Makalah Dasar-dasar Penangkapan Ikan

MAKALAH EKOLOGI PERAIRAN

PERKEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP

DI INDONESIA

adf

Oleh :

Akhmad Awaludin Agustiar (14/369621/PN/13935)

Isnin Dwi Saputri (14/369622/PN/13936)

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini guna melaksanakan tugas dasar-dasar penangkapan ikan dan untuk memperdalam materi yang kami pelajari ini.

Adapun makalah dasar-dasar penangkapan ikan ini membahas mengenai perkembangan perikanan tangkap di Indonesia mulai dari dulu , sekarang , hingga yang akan datang. Materi yang kami bahas dilengkapi dengan data-data terbaru yang kami dapat dari berbagai macam sumber.

Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk menambah pengetahuan mengenai perkembangan perikanan tangkap di Indonesia. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penyusunan makalah ini. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan saran yang konstruktif akan kami terima guna menjadi acuan untuk penyusunan makalah selanjutnya.

 

 

Yogyakarta, April 2015

Penyusun,

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………… iii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………………………………. iv

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang ………………………………………………………………………………………….. 1
  2. Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………….. 2
  3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………………………. 2
  4. Metoda Penulisan ……………………………………………………………………………………… 2

 

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Pengertian Perikanan Tangkap ……………………………………………………………………. 3
  2. Peran Perikanan Tangkap……………………………………………………………………………. 3
  3. Wilayah Perikanan Tangkap di Indonesia …………………………………………………….. 3
  4. Jenis Alat Tangkap di Indonesia ………………………………………………………………….. 8
  5. Perikanan Tangkap Dalam Angka ……………………………………………………………… 15
  6. Perkembangan Perikanan Tangkap di Indonesia ………………………………………….. 19

 

 

BAB III PENUTUP

  1. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………….. 19
  2. Saran ……………………………………………………………………………………………………… 20

 

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………. 20

 

 

 

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Status Sumber Daya Ikan di 10 WPP Menurut Komisi Pengkajian Stok Ikan…….

iv

5

Tabel 2. Produksi Perikanan Tangkap di Laut Menurut Komoditas Utama…………………… 16

Tabel 3. Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Sub Sektor Perikanan Tangkap………… 16

Tabel 4. Jumlah Perahu dan Kapal Perikanan Laut Menurut Kategori dan Ukuran Kapal. 17

Tabel 5. Rekapitulasi Kelompok Usaha Bersama Perikanan Tangkap di Indonesia……….. 18

 

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi dan Pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia……………….. 4

Gambar 2. Pukat udang……………………………………………………………………………………………. 9

Gambar 3. Pukat kantong…………………………………………………………………………………………. 9

Gambar 4. Pukat cicin……………………………………………………………………………………………. 10

Gambar 5. Jaring Insang………………………………………………………………………………………… 10

Gambar 6 Jaring Angkat………………………………………………………………………………………… 11

Gambar 7. Pancing………………………………………………………………………………………………… 12

Gambar 8. Macam-macam bubu……………………………………………………………………………… 13

Gambar 9. Jenis Rake (alat penangkap pengumpul kerang/rumput laut)………………………. 14

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki laut yang luasnya sekitar 5,8 juta km² dan menurut World Resources Institute tahun 1998 memilki garis pantai sepanjang 91.181 km yang di dalamnya terkandung sumber daya perikanan dan kelautan yang mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam.

 

Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai pada tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia, dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%.

 

Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti permintaan yang cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih efektif dan efisien (Ayodhyoa, 1983).

 

Keberadaan alat penangkapan ikan di indonesia ini sudah berkembang pesat, dengan berbagai macam alat tangkap yang telah dimiliki sudah beredar diseluruh sektor perikanan indonesia. Diantaranya adalah pancing, payang dan purse seine. Dari alat-alat tersebut termasuk dalam golongan alat yang ramah lingkungan, sehingga alat tersebut

digunakan sebagai komoditas utama dan bernilai ekonomis tinggi.

Pemanfaatan sumberdaya hayati laut tidak lepas dari kegiatan operasi penangkapan ikan yang melibatkan berbagai unit penangkapan ikan, unit penangkapan ikan yang berkembang saat ini cukup bervariasi mulai dari yang berukuran kecil seperti tombak, serok dan pancing sampai alat tangkap yang berukuran besar seperti trawl, purse seine, rawai tuna serta payang. Payang merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang umum dikenal dan dioperasikan hampir di seluruh perairan indonesia (Subani, 1978).

 

 

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Dimana saja wilayah perikanan tangkap Indonesia ?
  2. Bagaimana perkembangan perikanan tangkap di Indonesia ?
  3. Alat tangkap jenis apakah yang beroperasi di perairan Indonesia ?

 

 

  1. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :

  1. Memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Penangkapan Ikan
  2. Mengetahui wilayah perikanan tangkap di Indonesia
  3. Mempelajari Perkembangan perikanan tangkap di Indonesia secara umum
  4. Mengetahui jenis alat tangkap yang beroperasi di Indonesia

 

  1. Metoda Penulisan

Metode yang digunakan dalam mendapatkan data dan informasi adalah dengan metode studi pustaka, yaitu mencari sumber data dan informasi yang dibutuhkan melalui media seperti buku dan internet. Data yang didapatkan kemudian diolah dan didiskusikan bersama.

 

 

 

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

 

  1. Pengertian Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap secara garis besar adalah cara mendapatkan ikan (termasuk makanan laut lainnya) dari laut atau perairan (yang bukan perairan budidaya) dengan menggunakan alat atau cara lainnya. Penangkapan ikan adalah Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Berbeda halnya dengan perikanan bududaya yang merupakan budidaya organisme air, termasuk ikan, moluska, kurstasea dan tanaman air. Pembudidayaan ini meliputi beberapa bentuk kegiatan dalam proses pemeliharaan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian makanan/pakan, perlidungan dari predator dan lain-lain.

 

 

  1. Peran Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian  penduduk Indonesia perlu dikelola yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability  management). Tindakan manajemen perikanan tangkap adalah mekanisme untuk mengatur,  mengendalikan dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan pada tingkat tertentu yang  diinginkan.  Salah satu kunci manajemen ini adalah status dan tren aspek sosial ekonomi  dan aspek sumber daya.  Data dan informasi status dan tren tersebut dapat dikumpulkan  baik secara rutin (statistik) maupun tidak rutin (riset).

 

  1. Wilayah Perikanan Tangkap di Indonesia

Pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia saat ini terdapat 39 unit sumber daya perikanan yang tersebar di seluruh WPP, yaitu terdiri dari  WPP I Selat Malaka, WPP II Laut Cina Selatan, WPP III Laut Jawa,  WPP IV Laut Flores dan Selat Makasar, WPP V Laut Banda, WPP VI Laut Arafura, WPP VII Teluk Tomini dan Laut Maluku, WPP VIII Samudra Pacifik dan Laut Sulawesi, WPP IX Samudra Hindia sebelah barat Sumatera serta WPP X Samudra Hindia sebelah selatan Jawa (Gambar 1). Pada setiap WPP terdapat 4 unit sumber daya ikan, yaitu ikan demersal, udang, ikan pelagis

besar, dan ikan pelagis kecil.

 

 

Gambar 1. Lokasi dan Pembagian Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Ikan demersal merupakan jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan, dapat dikatakan juga bahwa ikan demersal adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap ikan dasar seperti trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar (bottom long line), dan bubu. Beberapa jenis ikan demersal contohnya  kerapu (Serranidae Spp.), kakap (Lates calcarifer), merah (Lutjanidae Spp.), beronang  (Siganus Spp.), dan lencam (Lethrinus  Spp.).  Ikan yang hidup di lapisan permukaan  perairan pantai atau di perairan pantai dinamakan ikan pelagis. Ikan pelagis ini terbagi  menjadi 2, pelagi besar (tenggiri (Scomberonous commerson), tongkol (Euthynnus  Spp.),  dan tuna (Thunnus Spp.)) dan pelagis kecil (teri (Stelephorus Spp.), tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger Spp.), julung-julung (Hemirhamohus Spp.), dan belanak (Mugil Spp.))

 

Pemerintah telah berusaha untuk memajukan sektor perikanan dengan membagi wilayah pengelolaan menjadi 10 bagian, dengan harapan di tiap-tiap wilayah akan terbenuk suatu usaha perikanan yang maju, baik itu dari usaha penangkapan, budidaya maupun pengolahan. Khusus untuk penangkapan telah didapatkan data status sumber daya ikan di 10 WPP sebagai berikut

 

Tabel 1. Status Sumber Daya Ikan di 10 WPP Menurut Komisi Pengkajian Stok Ikan

 

Berdasarkan Tabel 1 dapat dikatakan bahwa untuk jenis ikan demersal hanya Teluk Tomini dan Laut Sulawesi yang masih bisa untuk dikembangkan, sedangkan untuk daerah lain semuanya sudah dieksplorasi secara maksimal, bahkan untuk Selat Malaka sudah melebihi batas eksplorasi (kelebihan upaya penangkapan ikan/overfished).  Khusus WPP Selat Malaka  hanya ikan pelagis besar yang tidak tersedia data pemanfaatannya, sedangkan untuk jenis ikan demersal dan udang pemanfaatannya sudah  overfished yang merupakan pertanda bahwa harus segera dilakukan regulasi pengelolaan pemanfaatan agar tidak terjadi penurunan stok atau sumber daya.  Pasal 7.6.3 CCRF menyebutkan “Bila terjadi penangkapan ikan yang melebihi kapasitas harus ditetapkan mekanisme untuk mengurangi  kapasitas ke tingkat yang sepadan  dengan pemanfaatan lestari sumber daya perikanan, sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa para nelayan beroperasi dalam kondisi ekonomi  yang mendorong perikanan yang bertanggungjawab.  Mekanisme seperti itu harus termasuk kapasitas armada penangkapan”. Regulasi di bidang penangkapan sudah dilakukan dengan menghindari penambahan kapal, waktu penangkapan ikan serta peralatan yang digunakan diatur secara ketat (DKP Propinsi Riau, 2010). Selain untuk menghindari upaya penangkapan yang berlebihan,  dikeluarkan juga aturan tentang pelarangan penggunaan racun dan bahan peledak untuk menghindari kerusakan lingkungan sebagaimana tertulis dalam pasal  8.4.2 CCRF “Negara-negara harus melarang praktek penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan racun serta praktek penangkapan ikan yang merusak lainnya”.

 

Untuk jenis udang, pemanfaatan masih bisa dikembangkan untuk WPP Laut Cina Selatan, tetapi tetap harus melihat batas-batas kelestarian sumber daya tersebut. Hal ini dijelaskan pada pasal 7.1.8 CCRF yang menyatakan “Negara-negara, harus mengambil langkah untuk mencegah atau menghapus penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan harus menjamin bahwa tingkat upaya penangkapan adalah sepadan dengan pemanfaatan sumber daya ikan yang lestari sebagai suatu cara menjamin keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan”. Khusus penangkapan udang, pemerintah melalui kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan dalam rangka mengendalikan penangkapan ikan (dan udang) akan menggenjot perikanan budidaya, hal ini terungkap dalam Sidang Committee on Fisheries (COFI) ke-28 di Roma, Italia, pada awal Maret 2009 lalu (DKP Propinsi Riau, 2010).  Masa depan perikanan Indonesia tergantung kepada perikanan budidaya, mengingat perikanan tangkap produksinya makin menurun, sementara kebutuhan ikan makin meningkat.

Jenis ikan yang masih bisa untuk dimanfaatkan lebih jauh adalah pelagis kecil. Dari 10 WPP, masih ada 5 wilayah yang tingkat pemanfaatannya moderate yaitu Laut Flores dan selat Makasar, Laut Banda, Laut Arafura, Teluk Tomini dan Laut Sulawesi, serta Samudra Hindia sebelah barat Sumatera. Jenis ikan ini umumnya ditangkap dengan menggunakan  purse seine, rawai, maupun huhate. Ketiga jenis alat tangkap ini sudah sesuai dengan standar penggunaan alat tangkap yang tertulis pada pasal 8.5.1 CCRF “Negara-negara harus mensyaratkan bahwa alat, metode, dan praktek penangkapan ikan, sejauh bisa dilaksanakan, agar cukup selektif sedemikian rupa sehingga meminimumkan limbah, ikan buangan, hasil tangkapan spesies bukan target baik spesies ikan maupun spesies bukan ikan serta dampak terhadap spesies yang terkait atau tergantung dan bahwa maksud dari peraturan terkait tidak diabaikan oleh peranti teknis.  Sehubungan dengan ini, para nelayan harus bekerjasama dalam pengembangan alat dan metode penangkapan yang selektif.  Negara harus menjamin bahwa informasi tentang perkembangan dan persyaratan yang terbaru tersedia bagi semua nelayan”.
Untuk jenis ikan peruaya jauh (pelagis besar), pengelolaannya harus merujuk pada CCRF dimana pada pasal 7.1.3 dituliskan “Bagi stok ikan pelintas batas, stok ikan straddling, stok ikan peruaya jauh dan stok ikan laut lepas, yang diusahakan oleh dua Negara atau lebih, maka Negara bersangkutan, termasuk Negara pantai yang relevan dalam hal stok yang straddling dan ikan peruaya jauh tersebut, harus bekerjasama untuk menjamin konservasi dan pengelolaan sumber daya yang efektif.  Upaya ini harus dicapai, jika perlu, melalui pembentukan sebuah organisasi atau tatanan bilateral, subregional atau regional.”. WPP yang sudah mengupayakan penangkapan ikan pelagis besar secara berlebih adalah Samudra Pasifik dan Laut Sulawesi. Kelebihan upaya penangkapan ini akan menyebabkan laju pengambilan ikan melebihi laju penambahan alamiah ikan yang berdampak pada berkurangnya kemampuan stok ikan untuk memulihkan diri.

Untuk mengatur suatu usaha perikanan serta untuk mencapai tujuan-tujuan eksploitasi yang telah ditetapkan, semua pihak hanya bisa berperan secara langsung melalui dua cara yaitu dengan mengatur upaya tangkap total, atau dengan melakukan perubahan sebaran usaha tangkap menurut klas umur dan spesies yang membentuk stok (sediaan alami) ikan.  Untuk WPP yang  telah mengalami kelebihan upaya penangkapan, pembatasan penangkapan harus ketat dilakukan. Jika masih ada WPP yang bisa menampung upaya penangkapan dari WPP yang  overfished, seyogianya segera mengalihkan penangkapan ke WPP yang masih dalam tingkat moderate.

 

 

  1. Jenis alat tangkap di Indonesia

Perkembangan Perikanan tangkap di Indonesia tidak lepas dari jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Berikut ini adalah jenis alat tangkap yang digunakan di Indonesia :

Pukat Udanng

Pukat udang atau biasa juga disebut pukat harimau adalah jaring yang berbentuk kantong yang ditarik oleh satu atau dua kapal, bisa melalui samping atau belakang (Gambar 2). Alat ini merupakan alat yang efektif namun tidak selektif sehingga dapat merusak semua yang dilewatinya. Oleh karena itu kecenderungan alat tangkap ini dapat menjurus ke alat tangkap yang destruktif. Aturan-aturan yang diberlakukan pada pengoperasian alat ini relatif sudah memadai, namun pada prakteknya sering kali dijumpai penyimpangan-penyimpangan yang pada akhirnya dapat merugikan semua pihak. Tujuan utama pukat udang adalah untuk menangkap udang dan juga ikan perairan dasar (demersal fish)

 

Gambar 2. Pukat udang

Alat ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut ;

  • Berbentuk kerucut
  • Terdiri atas dua lemnbar sayap (wing) yang dihubungkan dengan tali penarik atau warp, badan (body), by-catch excluder device (BED) dan kantong

Pukat Kantong

Pukat kantong adalah jenis jaring menangkap ikan berbentuuk kerucut yang terdiri dari kantong atau bag, badan(body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring, dan tali penarik (warp). Alat ini tergolong tradisional, tidak merusak lingkungan, dan ukurannya mesh sizenya relatif kecil. Pukat kantong terdiri atas payang, dogol, dan pukat pantai. Pukat kantong dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Pukat kantong

 

Pukat Cincin (purse seine)

Pukat cincin adalah jaringan yang terbentuk empat persegi panjang, dilengkapi tali kerut yang bercincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring sehingga membentuk kerut dan seperti mangkuk (Gambar 4). Alat penangkap ini ditunjukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Alat tangkap ini tergolong efektif terhadap target spesies dan kecenderungan tidak destruktif.

 

Gambar 4. Pukat cicin

 

Jaring Insang

Jaring insang adalah jaring berbentuk empat persegi panjang, mata jaring berukuran sama dilengkapi dengan pelampung pada bagian atas dan pemberat pada bagian bawah jarring (Gambar 5). Dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan oleh nelayan secara pasif dengan ukuran mesh size. Alat penangkap ini terdiri dari tingting (piece) dengan ukuran mata jaring, panjang, dan lebar yang bervariasi.

 

Gambar 5. Jaring Insang

 

 

Dalam operasi biasanya terdiri dari beberapa tinting jaring yang digabung menjadi satu unit jaring yang panjang, dioperasikan dengan dihanyutkan, dipasang secara menetap pada suatu perairan dengan cara dilingkarkan atau menyapu dasar perairan. Contohnya jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap(set gillnet), jaring insang lingkar (encircling gillnet), jaring insang klitik (shrimp gillnet), dan trammel net.

 

Jaring Angkat

Jaring angkat adalah suatu alat pengkapan yang cara pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini terbuat dari nilon yang menyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya relatif kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak (Gambar 6), dalam pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik ikan. Jaring ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap atau dengan tangan manusia.

 

Gambar 6 Jaring Angkat

Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil. Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif. Contoh jaring angkat adalah bagan perahu atau rakit (boat / raft lift net), bagan tancap (bamboo platform lift net), dan serok (scoop net).

 

Pancing
Pancing adalah salah satu alat penangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu : tali (line) dan mata pancing (hook). Jumlah mata pancing berbeda-beda, yaitu mata pancing tunggal, ganda, bahkan sampai ribuan (Gambar 7). Prinsip alat tangkap ini merangsang ikan dengan umpan alam atau buatan yang dikaitkan pada mata pancingnya.

Gambar 7. Pancing

 

Alat ini pada dasarnya terdiri dari dua komponen utama yaitu tali dan mata pancing. Namun, sesuai dengan jenisnya dapat dilengkapi pula komponen lain seperti : tangkai (pole), pemberat (sinker), pelampung (float), dan kili-kili (swivel). Cara pengoperasiannya bisa di pasang menetap pada suatu perairan, ditarik dari belakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan, dihanyutkan, maupun langsung diulur dengan tangan. Alat ini cenderung tidak destruktif dan sangat selektif. Pancing dibedakan atas rawai tuna, rawai hanyut, rawai tetap, pancing tonda, dan lain-lain.

 

Perangkap

Perangkap adalah salah satu alat penangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan dimana ikan akan mudah masuk tanpa adanya paksaan dan sulit keluar karena dihalangi dengan berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk membuat perangkap : bamboo, rotan, kawat, jaring, tanah liat, plastic, dan sebagainya. Macam – macam perangkap dapat dilihat pada Gambar 8.

Pengoperasian alat ini dilakukan di dasar perairan, di permukaan perairan, di sungai daerah arus kuat, dan di daerah pasang surut. Alat ini cenderung selektif karena ikan terperangkap di dalamnya. Meskipun cenderung tidak destruktif, namun untuk jermal (stow net) maka pengaturan mesh size jaringannya dan juga lokasi pemasangannya harus sesuai. Contoh perangkap adalah sero (guiding barrier), jermal (stow net), bubu (portable trap) dan perangkap lain.

 

Pengumpul Kerang dan Rumput Laut

Alat pengumpul kerang dan rumput laut pada umumnya di desain dengan pengoperasian yang sederhana dan pengusahaannya dilakukan dengan skala yang kecil. Alat ini selektif dan tidak destruktif karena ditujukan untuk menangkap target seperti kerang-kerangan. Contoh pengumpul kerang adalah garuk (rake), cengkeraman, dan ladung kima. Sedangkan, contoh pengumpul rumput laut berupa alat sederhana berbentuk galah yang ujungnya bercabang. Akan tetapi, alat ini merusak habitat lingkungan perairan kalau tidak dilakukan sesuai prosedur. Gambar 9 di bawah ni merupakan jenis salah satu alat yang tergolong pengumpul kerang dan rumput laut.

 

 

Pukat Ikan Karang (muro-ami)

Pukat ikan karang (muro-ami) adalah suatu alat penangkapan yang dibuat dari jaring, yang terdiri dari sayap dan kantong yang dalam pengoperasiannya dilakukan penggiringan ikan-ikan yang akan ditangkap agar masuk ke bagian kantong yang telah dipasang terlebih dahulu. Alat ini cenderung tidak destruktif dan tidak merusak ekosistem, karena metode pengoperasiannya yang tidak sampai merusak karang. Penggunaan alat ini dilakukan oleh beberapa nelayan dengan berenang, mengejutkan ikan-ikan karang sambil membawa alat penggiring. Dinamakan pukat ikan karang karena tujuan utamanya adalah menangkap jenis-jenis ikan karang.

 

Alat Penangkap Lainnya

Selain alat-alat penangkap yang telah diuraikan, masih banyak jenis alat tangkap penting lainnya yang terkelompok sendiri dan perlu diketahui, antara lain : jala, tombak, senapan, panah, dan harpun tangan.

 

Jala adalah alat penangkap yang berbentuk seperti kerucut dan terdiri dari badan jaring (kantong), pemberat yang dipasang mengelilingi mulut dan tali yang diikatkan pada bagian ujung jaring agar tidak terlepas pada waktu dioperasikan. Tujuan utamanya untuk mengurung ikan dan udang dari atas dngan cara menebarkan alat tersebut.

 

Tombak adalah alat penangkap yang terdiri dari batang (kayu, bambu) dengan ujungnya berkait balik (mata tombak) dan tali penarik yang diikatkan pada mata tombak. Tali penariknya dipegang oleh nelayan kemudian setelah tombak mengenai sasaran tali tersebut ditarik untuk mengambil hasil tangkapan.

 

Senapan adalah alat penangkap yang terdiri dari anak panah dan tangkai senapan. Penangkapan dengan senapan umumnya dilakukan dengan cara melakukan penyelaman pada perairan karang. Untuk penangkapan dengan panah biasa, umumnya dilakukan dekat pantai atau perairan dangkal.

 

Harpun Tangan adalah alat penangkap yang terdiri dari tombak dan tali panjang yang diikatkan pada mata tombak. Harpun tangan ini ditujukan untuk menangkap paus, dimana tombak langsung dilemparkan dengan tangan kearah sasaran (paus) dari atas perahu.Kecenderungan alat tangkap yang relatif sederhana ini tidak destruktif dan sangat selektif karena ditujukan untuk menangkap suatu spesies. Tetapi alat ini dapat merusak habitat bila disalahgunakan.

 

 

  1. Perikanan Tangkap Dalam Angka

Pekembangan perikanan tangkap di Indonesia dapat diketahui dengan melihat data statistik perikanan tangkap. Data berikut merupakan beberapa statistik perikanan tangkap di Indonesia seperti produksi, jumlah unit kapal hingga kelompok usaha bersama perikanan tangkap. Data berikut diambil dari website statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 

 

  1. Perkembangan perikanan tangkap di Indonesia

Fakta  menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat yang hidup dan berada di kawasan pesisir dan laut selalu termarjinalkan dan miskin. Geliat pembangunan dan usaha  untuk memajukan sektor kelautan, ternyata masih dibawah bayangan semu. Potensi  perikanan yang mencapai angka 6,4 juta ton.tahun, potensi garis pantai yang mencapai 81.000 km, potensi negara kepulauan dengan 17.500 buah pulau, potensi sumber daya terumbu karang yang mencapai  85.000 km2, potensi kawasan budidaya 24.528.178 ha pada kenyataannya belum dapat meningkatkan ekonomi nelayan (Yonvitner,2007).

 

Perkembangan perikanan tangkap di 10 WPP belum merata dan masih ada beberapa WPP yang over fished untuk beberapa jenis ikan, yaitu ikan demersal di WPP Selat Malaka; udang di WPP Selat Malaka, Laut Flores dan Selat Makasar, serta Laut Arafura; ikan pelagis kecil di WPP Laut Cina Selatan dan Laut Jawa; ikan pelagis besar di Samudra Pasifik dan Laut Sulawesi. Untuk WPP yang masih bisa dikembangkan adalah Teluk tomini dan Laut Maluku untuk ikan demersal; Laut Cina Selatan untuk Udang; Laut Flores dan Selat Makassar, Laut Banda, Laut Arafura,  Teluk tomini dan Laut Maluku, serta Samudra Hindia sebelah selatan Jawa untuk ikan pelagis kecil; Laut Banda untuk pelagis besar. Khusus WPP Samudra Hindia sebelah Selatan Jawa, semua jenis ikan sudah termanfaatkan dengan sangat optimal (fully exploited).

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. Kesimpulan

Berdasrkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Jenis alat tangkap di Indonesia sangalah beragam, meskipun prinsip kerjanya sama namun beberapa alat tangkap ikan memiliki nama berbeda. Perkembangan Perikanan Tangkap di Indonesia masih belum merata meskipun potensinya sangat besar.

 

  1. Saran

Perikanan Tangkap di Indonesia bisa berkembang jika pemerintah melakukan pemerataan pembangunan khususnya bidang perikanan di wilayah yang memiliki potensi perikanan tangkap besar namun belum dioptimalkan

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ayodhyoa,A.U.1983.Metode Penangkapan Ikan. Cetakan pertama. Faperik. IPB. Bogor.

FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rome.

http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/c/65/Kelautan-dan-Perikanan-Dalam-Angka-2013/

Diunduh pada tanggal 12 April 2015

Sitanggang, E.P. (2008). Landasan Pengembangan Perikanan Tangkap. Pacific Journal,

Vol. 2 (2):154-163.

Sondita, M.F.A. (2010). Manajemen Sumber Daya Perikanan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Subani,W. 1978. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia,jilid I. LPPL. Jakarta.

Yonvitner. (2007). Produkstivitas Nelayan, Kapal dan Alat Tangkap di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Indonesia. Jurnal Perikanan, IX (2):254-266.

 

Agustyar

Mahasiswa perikanan UGM 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.