PAPER TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN STANDAR NASIONAL INDONESIA

PAPER

TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN

STANDAR NASIONAL INDONESIA

 

OLEH

AKHMAD AWALUDIN AGUSTIAR

14/369621/PN/13935

 

 

 

 

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN

DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017

Pengertian SNI

Menurut PP No 102 Tahun 2000, SNI diartikan sebagai standar yang ditetapkan oleh Badan standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional. Menurut BSN (2005) dalam Rencana Strategis BSN 2005-2009, SNI adalah dokumen yang berisikan ketentuan teknis, pedoman dan karakteristik kegiatan dan produk, yang disusun dan disepakati oleh pihak pemangku kepentingan dan ditetapkan oleh BSN sebagai acuan yang berlaku secara nasional  untuk membentuk keteraturan yang optimum dalam konteks keperluan tertentu. Beberapa konteks keperluan yang sangat penting antara lain sebagai berikut:

  1. Menetapkan persyaratan kegiatan dan produk untuk menjamin perlindungan kepentingan umum seperti keamanan produk, keamanan pangan, kesehatan masyarakat, kelestarian fungsi lingkungan dan keselamatan negara.
  2. Menentukan batasan mutu dan keragaman produk, serta kompatibilitas dan interoperabilitas antar produk untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan meningkatkan kepastian transaksi perdagangan.
  3. Menyediakan pedoman bagi pelaksanaan sistem manajemen produksi dan kegiatan lain untuk berbagai keperluan seperti sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan, dan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam produksi pangan.
  4. Menyediakan metoda pengukuran, ketentuan teknis dan pedoman untuk penilaian kesesuaian suatu kegiatan atau hasil kegiatan terhadap standar-standar di atas.

Apabila SNI dapat dikembangkan dan diterapkan dengan baik, maka dampaknya dapat mengurangi berbagai hambatan dan menekan biaya transaksi. Oleh karena pemanfaatan SNI dipergunakan sebagai acuan dalam kegiatan produksi dan transaksi perdagangan, maka agar tidak menghambat persaingan dan kebebasan berinovasi, ketentuan dalam SNI sebaiknya bersifat pengaturan kinerja (performance based), dan sejauh mungkin menghindarkan yang bersifat mengatur  tata cara pencapaian sesuatu produk (prescriptive based).

 

 

 

Reviw Skripsi yang berjudul “ Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian”

 

Berdasarkan skripsi dengan judul “Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian”, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan interval waktu fase post mortem fillet ikan lele dumbo. Parameter yang digunakan untuk menentukan kesegaran fillet ikan lele dumbo tersebut salah satunya menggunakan uji organoleptik. Uji organoleptik tersebut dilaksanakan selama 15 hari. Fillet ikan diberi perlakuan dimatikan segera dan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air.

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik pada penelitian ini adalah dengan menggunakan score sheet berdasarkan SNI 01-2346-2006. Pengamatan organoleptik dilakukan pada setiap fase kemunduran mutu fillet lele dumbo. Pada fase pre rigor dicatat waktunya serta dicatat kenampakan organoleptik yang meliputi warna daging, bau serta tekstur dagingnya. Begitupula pada fase rigor mortis dan post rigor. Uji organoleptik dilakukan pada 15 titik yaitu hari ke-0 hingga 15.

Penampakan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera maupun dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dikatakan segar hingga hari ke-3 dengan rata-rata nilai 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006. Penampakan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera dikatakan tidak segar dimulai pada penyimpanan hari ke-13 sedangkan penampakan fillet ikan lele dumbo  dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dimulai pada penyimpanan hari ke-12. Bau fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera maupun dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dikatakan segar hingga hari ke-3 dan ke-4 dengan rata-rata nilai 7. Bau fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera dikatakan tidak segar dimulai pada penyimpanan hari ke-13 sedangkan bau fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dimulai pada penyimpanan hari ke-12. Tekstur fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera maupun dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dikatakan segar hingga hari ke-3 dan ke-2 dengan rata-rata nilai 7 sesuai dengan SNI 01-2346-2006. Tekstur fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera dikatakan tidak segar dimulai pada penyimpanan hari ke-11 sedangkan tekstur fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dimulai pada penyimpanan hari ke-10.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Hasil uji organoleptik menunjukan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera dikatakan tidak segar atau tidak layak dikonsumsi setelah penyimpanan selama 13 hari sedangkan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air dikatakan tidak segar atautidak layak dikonsumsi setelah penyimpanan selama 12 hari. Pengujian organoleptik dalam penelitian ini juga dihubungkan dengan parameter yang bersifat objektif seperti Uji TPC, TVB dan pH.

 

 

Daftar Pustaka

BSN. 1992. SNI 01-2346-2006 Tentang Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

BSN. 2005. Rencana Strategis BSN 2005-2009. Bandan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Republik Indonesia. 2000. Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang Standarisasi Nasional. Sekretariat Negara. Jakarta.

Erlangga. 2009. Kemunduran Mutu Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Kematian. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Agustyar

Mahasiswa perikanan UGM 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.