ESTIMASI POPULASI GASTROPODA

ESTIMASI POPULASI GASTROPODA

Akhmad Awaludin Agustiar

14/369621/PN/13935

Teknologi Hasil Perikanan

Intisari

Gastropoda merupakan salah satu kelas dari mollusca yang tubuhnya dikelilingi oleh cangkang. Pada perairan tawar, gastropoda disebut juga dengan makrozoobentos. Keragaman gastropoda pada sebuah sungai dapat dijadikan sebagai indeks pencemaran biologi sungai tersebut. Tujuan dari praktikum estimasi populasi gastropoda diantaranya yaitu mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) dan untuk mengestimasi populasi gastropoda serta mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda). Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 12 Maret 2015 di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta pada pukul 14.00 sampai selesai. Parameter yang digunakan meliputi parameter fisik, kimia dan biologi. Dalam praktikum ini, lokasi dibagi menjadi empat stasiun sesuai dengan jumlah kelompok. Berdasarkan praktikum tersebut, didapatkan hasil bahwa stasiun terbaik adalah stasiun 3 yang ditandai dengan nilai diversitas paling tinggi yaitu sebesar 1,570950595.

Kata Kunci : densitas, estimasi, gastropoda, makrobentos, plotless, populasi, sungai  Tambak Bayan

 

PENDAHULUAN

Bentos merupakan organisme yang hidupnya berada di daerah sedimen dasar perairan. Berdasarkan cara makannya, Bentos dapat dibedakan menjadi dua, yaitu filter feeder (kerang-kerangan) dan deposit feeder (siput). Bentos berfungsi sebagai pakan alami bagi organisme yang ada di atasnya seperti ikan (Heddy 1989)

Gastropoda merupakan kelompok moluska yang paling berhasil menduduki berbagai habitat. Teredapat di darat, perairan tawar, dan terbanyak di laut. Bentuk tubuh dan cangkang sangat beraneka ragam. Terdapat lebih dari 60.000 spesies hidup dan 15.000 spesies fosil hidup sejak peroide cambrian, dan diduga sekarang dalam puncak perkembangan evolusinya. (Suwignyo, 2005)

Kelas Gastropoda lebih umum dikenal dengan keong. Beberapa jenis keong mempunyai lempeng keras dan bundar berzat kapur atau berzat tanduk di bagian belakang kakinya. lempeng ini yang disebut operculum dapat menjadi sumbat penutup lubang cangkang yang amat ampuh untuk melindingi tubuhnya yang lunak. Untuk mencari makan, beberapa keong mempunyai parur (radula) yang digunakan untuk mengeruk alga yang menempel pada bebatuan. Adapula yang memakan alga besar dan sebagian lagi menelan lumpur-lumpur permukaan untuk menyerap partikel-partikel organik (Nontji 1993).

Baik atau tidaknya suatu perairan dapat dilihat dari indeks keanekaragaman gastropoda yang ada pada ekosistem tersebut. Indeks keanekaragaman jenis (H’) adalah angka yang menggambarkan keragaman jenis dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi, jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis dengan kelimpahan tiap jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya, jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit jenis dan hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya rendah (Soegianto, 1994).

Tujuan dari praktikum estimasi populasi gastropoda diantaranya yaitu mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) dan untuk mengestimasi populasi gastropoda serta mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda).

 

METODE

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 12 Maret 2015 di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta pada pukul 14.00 sampai selesai.

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antaralain tongkat kecil (dari bambu atau kayu), bola tenis meja, stopwatch atau arloji, roll meter, meteran penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, kertas label, dan pensil.

Bahan yang digunakan daintaranya larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/80 N Na2S2O3, larutan 1/44 NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan indikator amilum, larutan indikator Phenolphphtalein (PP), larutan indikator Methyl Orange (MO), dan larutan 4% formalin.

Dalam praktikum ini digunakan metode tanpa plot (plotless) dengan cara menancapkan sembarang sebuah tongkat sebagai titik acuan untuk kemudian diukur jarak terdekat gastropoda yang ditemukan.

Pada setiap stasiun dilakukan terlebih dahulu pengukuran parameter yang meliputi parameter fisik, kimia dan biologi. Pada parameter fisika terdapat pengukuran suhu udara, suhu air sungai, kecepatan arus air dan debit air sungai. Pada parameter kimia, dilakukan pengukuran  DO , kadar CO₂, dan alkalinitas.

Pada penentuan DO , digunakan metode Winkler dengan rumus perhitungan  Kandungan O2 terlarut = 1000/50 . Y . 0,1 mg/l , dimana Y adalah vol titrasi dari awal hingga akhir.Pada penentuan kadar  CO₂, digunakan metode alkalimetri dengan rumus perhitungan Kandungan CO₂ = 1000/50 . C . 1 mg/l ,Dimana C adalah volume titrasi NaOH yang digunakan.

Alkalinitas dilakukan dengan metode alkalimetri dan rumus Kandungan CO₃⁻= 1000/5 . C . 1 mg/l è  (X) , Kandungan HCO₃⁻ = 1000/5. D. 1 mg/l  è  (Y) , Alkalinitas total = X+Y (mg/L), Dimana C dan D adalah banyaknya 1/50 N H₂SO₄ yang diperlukan pada proses titrasi.

Kemudian densitas gastropoda dilakukan dengan cara menancapkan tongkat secara sembarang, kemudian ukur jarak gastropoda terdekat dari tongkat. Metode ini merupakan metode plotless. Setelah itu, densitas gastropoda dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dengan S sebagai jumlah titik cuplikan yang diambil , D adalah estimasi kerapatan gastropoda, X sebagai jarak terdekat gastropoda dengan titik yang telah ditentukan secara acak dan Y sebagai luas area kajian.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah tabel data hasil pengamatan dari semua stasiun pada praktikum golongan A4

Parameter Stasiun
1 2 3 4
Densitas Gastropoda (indv/m2) 793131,9588 57759,38 330,334 453475,8
Densitas Makrobentos (Indv/m2) 425 20,83333333 31,25 96,875
Diversitas Makrobentos 0 0,468995594 1,570950594 1,030043391

 

Lokasi dilakukannnya praktikum ini yaitu di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta. Pada stasiun 1, terdapak aktivitas dari warga setempat berupa tempat makan dan disekitar sungai tersebut ditemukan beberapa sampah plastik baik didalam sungai maupun ditepian sungai. Vegetasinya berupa rimbunan pohon bambu dan semak-semak ditepi sungai. Meski bigitu, keadaan dari airnya lumayan jernih dengan substrat dasar sungai adalah bebatuan. Selain itu kecepatan arus sungai pada stasiun 1 yaitu 0,7 m/s. Kedalaman dari sungai ini termasuk sedang.

Pada saat dilakukan praktikum, keadaan cuaca yaitu mendung hingga akhirnya turun hujan saat dilakukan pengulangan untuk kedua kalinya. Banyaknya vegetasi membuat sungai ini sulit menerima sinar matahari.

 

Pada umumnya, setiap stasiun memiliki parameter yang berbeda baik itu parameter fisik, kimia maupun biologi. Oleh sebab itulah segala jenis organisme yang hidup diberbagai stasiun dapat berbeda, baik jenisnya maupun jumlahnya. Densitas gastropoda merupakan kerapatan dari jumlah gastropoda pada tiap satuan meter. Gastropoda dapat hidup pada suhu antara 26-31 C (Effendi,2003). Sehingga dari semua stasiun memungkinkan untuk kelangsungan hidup gastropoda. Berdasarkan grafik diatas, stasiun 1 yang paling tinggi densitasnya dan stasiun 3 paling rendah. Hal ini dikarenakan kecepatan arus distasiun 3 cukup deras yaitu 0,9 m/s dibandingkan stasiun 1 sebesar 0,7 m/s, walaupun stasiun 4 juga lebih derasdan stasiun 2 adalah yang paling rendah kecepatan arusnya. Hal ini belum sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa perairan yang memiliki kecepatan arus rendah densitas gastropoda yang hidup lebih banyak dibandingkan dengan perairan yang memiliki kecepatan arus yang tinggi. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh ketidak telitiaan praktikan saat mencari gastropoda terdekat dari tongkat, sehingga jaraknya tidak tepat.

Begitupula pada parameter kimia, kandungan DO pada semua stasiun berkisar antara 3,7 ppm-6.5 ppm dengan stasiun 1 yang paling rendah dan stasiun 2 yang paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan kandungan CO2 pada stasiun 1 cukup tinggi. Semakin rendah kadar CO2 , maka alkalinitasnya semakin tinggi. Dengan begitu, stasiun yang memiliki kadar CO2 paling rendah harusnya memiliki densitaas gastropoda paling tinggi karena hal tersebut mengindikasikan bahwa sungai tersebut masih bersih, namun data yang didapat dari hasil pengamatan masih kurang sesuai dengan teori yang ada. Kesalahan tersebut juga bisa dikarenakan pada saat titrasi, volume yang digunakan jauh dari ketepatan sehingga hasil perhitungan kadarnya pun kurang sesuai.

 

Selanjutnya yaitu perbandingan densitas makrobentos dengan keempat stasiun pengamatan. Secara umum, densitas makrobentos tidak terlalu jauh dengan densitas pada gastropoda. Beberapa parameter sangat menentukan kehidupan makrobentos pada berbagai stasiun. Densitas paling tinggi yakni pada stasiun 1 sebesar 425  indv/ dan yang paling rendah adalah dari stasiun 2 sebesar 20,8 indv/. Densitas makrobentos yang semakin tinggi mengindikasikan bahwa perairan tersebut masih bersih, begitu pula sebaliknya. Kandungan bahan seperti oksigen akan membuat respirasi makrobentos lebih mudah sehingga densitas menjadi tinggi. Namun pada semua stasiun dapat dikatakan bahwa pH semua stasiun masih dalam batas aman, yakni rata-rata pada pH kisaran 7.

 

Pengamatan terakhir yaitu perbandingan diversitas makrobentos dengan semua stasiun. Diversitas merupakan keanekaragaman suatu organisme yang menempati suatu ekosistem bersama. Dari grafik diatas, dapat kita ketahui bahwa diversitas paling rendah yaitu pada stasiun 1 sebesar 0, dan diversitas pada stasiun 3 sebesar 1,57. Data mengenai diversitas diatas hampir sesuai dengan teori yang ada bahwa semakin tinggi diversitas, maka semakin baik perairan tersebut. Pada sungai stasiun 1, kandungan CO2 nya adalah yang paling tinggi dan kandungan O2 nya paling rendah. Hal tersebut berakibat pada makrobentos yang kesulitan untuk melakukan respirasi, sehingga hanya beberapa jenis makrobentos yang dapat bertahan hidup disini. Selanjutnya diversitas tertinggi yaitu pada stasiun 3. Pada stasiun 3,  kandungan CO2 nya paling rendah dibandingkan dengan yang lainnya, sehingga dapat dikatakan sungai pada stasiun 3 paling baik untuk hidup berbagai jenis makrobentos yang berdampak bada tingginya diversitas atau keanekaragamannya tinggi.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa metode estimasi populasi gastropoda dengan cara tanpa plot atau plotless merupakan salah satu metode yang sederhana, namun dapat diterapkan untuk memperkirakan populasi gastropoda pada suatu sungai. Selain itu korelasi anatara beberapa tolokukur yang meliputi parameter fisik, kimia, dan biologi sangat berhubungan erat dengan populasi makrobentos yang dalam hal ini dikususkan pada gastropoda. Hubungan erat tersebut disebabkan oleh syarat hidup makrobentos yaitu pada perairan yang baik. Sehingga semakin baik suatu perairan maka densitas dan diversitas dari makrobentos (gastropoda) akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan praktikum tersebut, dapat disimpulkan bahwa stasiun terbaik adalah stasiun 3 yang ditandai dengan nilai diversitas paling tinggi yaitu sebesar 1,570950595.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Heddy, Suwarsono. 1989. Pengantar Ekologi. Rajawali Press. Jakarta.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional.Surabaya.

Suwignyo, S. 2005. Avertebrata Air. Penebar Swadana .Jakarta.

Agustyar

Mahasiswa perikanan UGM 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.