MAKALAH GIZI IKANI
VITAMIN
DISUSUN OLEH :
Akhmad Awaludin Agustiar (14/369621/PN/13935)
Anisa Nada Farhah (14/365172/PN/13718)
Adnan Widodo (14/363750/PN/13534)
Dewi Wulandari (14/365144/PN/13701)
Freshy Mayang Sari (14/369227/PN/13885)
Esa Wahyu (14/367143/PN/13807)
Rahmadi Susanto (14/365122/PN/13687)
Rizqi Wahyu H (14/369699/PN/13951)
Wawan Kurniawan (14/365097/PN/13673)
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Ikan pada umumnya membutuhkan vitamin khususnya vitamin C dan E. Vitamin C memiliki peranan dalam ikan antaralain meningkatkan hemoglobin dan menambah nafsu makan pada ikan. Sementara vitamin E berfungsi untuk meningkatkan GSI (Gonadsomatic Index), meningkatkan jumlah Fekunditas dan GVBD (Germinal Vesicle Break Down) atau indikator pematangan akhir pada gonad ikan.
Di era sekarang ini masih banyak pembudidaya ikan yang kurang memperhatikan pentingnya nutrisi terutama vitamin pada pemberian pakan ikan. Hal tersebut berdampak pada kurang maksimalnya hasil panen ikan. Permasalahan tersebut membuat kelompok kami tertarik untuk menjadikan topik presentasi kami. Jurnal yang kami gunakan antara lain Pengaruh Vitamin C terhadap Peningkatan Hemoglobin (Hb) Darah dan Kelulushidupan Benih Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dan jurnal yang kedua yaitu Suplementasi Vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet (Carassius auratus auratus).
- Rumusan Masalah
- Bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap peningkatan hemoglobin ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis)
- Bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap kelulushidupan benih ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis)
- Bagaimana pengaruh pemberian vitamin E terhadap kinerja reproduksi induk betina ikan komet (Carassius auratus auratus).
BAB II
PEMBAHASAN
- Vitamin C
Vitamin C merupakan senyawa organik yang berperan penting dalam proses metabolisme makanan dan fisiologi ikan. Walaupun bukan merupakan sebagai sumber tenaga tetapi vitamin C dibutuhkan sebagai katalisator terjadinya metabolisme di dalam tubuh. Selanjutnya Linder, (1992) menyatakan bahwa vitamin C berperan dalam metabolisme zat besi(Fe), dalam hal ini vitamin C berperan dalam mereduksi Fe dari bentuk ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) yang lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus. Selain itu mobilisasi simpanan Fe terutama hemosiderin dalam limpa dan pemindahannya dalam darah. Adanya suplementasi vitamin C melalui pakan akan mempercepat dan membantu meningkatkan penyerapan Fe (dalam bentuk Fe2+), dengan demikian kadar hemoglobin darah akan meningkat. Hemoglobin dalam darah merupakan alat transportasi oksigen, karbondioksida dan makanan (Anderson & Siwicki, 1993). Kemampuan mengangkut ini bergantung pada jumlah hemoglobin, jika kadar hemoglobin meningkat maka asupan makanan dan oksigen dalam darah dapat diedarkan ke seluruh jaringan tubuh ikan yang pada akhirnya akan menunjang kehidupan dan pertumbuhan ikan. Menurunnya kadar hemoglobin darah dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi (Anderson & Siwicki, 1993). Selanjutnya Suwirya, Marzuqi & Giri, (2008) menyatakan bahwa ikan yang mengalami defisiensi vitamin C, kandungan hemoglobinnya dalam darah akan menurun.
Hemoglobin membawa oksigen dari paru-paru menuju jantung, dan apabila terjadi pendarahan maka darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang sesuai. Vitamin C mempunyai peran dalam pembentukan hemoglobin dalam darah, dimana vitamin C membantu penyerapan zat besi dari makanan sehingga dapat diproses menjadi sel darah merah kembali. Dengan meningkatkan hemoglobin dalam darah maka asupan makanan dan oksigen dalam darah dapat diedarkan ke seluruh jaringan tubuh yang akhirnya dapat mendukung kelangsungsungan hidup dan pertumbuhan ikan (Suhartono et al., 2004; Wikipedia, 2008).
Pemberian vitamin C yang berlebih tidak diserap seluruhnya oleh saluran pencernaan, melainkan dibuang melalui urine sehingga kemungkinan tidak mampu membantu penyerapan zat besi secara maksimal yang akhirnya tidak mampu meningkatkan kadar hemoglobin lebih baik (Purwani & Hadi, 2002). Pemberian vitamin C yang berlebih pada ikan juga dapat menjadikan defisiensi vitamin B karena vitamin C dapat mengubah sebagian vitamin B menjadi analognya dan vitamin anti B sebagai analognya. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan apabila dikonsumsi berlebih akan dikeluarkan melalui urin. Oleh karena itu vitamin yang larut dalam air perlu disuplai melalui pakan setiap hari dalam jumlah yang diperlukan (Purwani & Hadi, 2002).
Agar pakan yang diberikan pada ikan budidaya dapat memenuhi semua nutrien (protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral) yang dibutuhkan ikan, maka harus dibuat formulasi atau komposisi pakan yang tepat. Pakan yang berkualitas baik sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Oleh karena itu pengadaan pakan perlu ditangani secara sungguh-sungguh. Kebutuhan ikan kerapu bebek akan beberapa nutrien telah diketahui, seperti kebutuhan protein 54,2% dan lemak berkisar 9-12% (Giri et al., 1999) serta asam lemak esensial (n-3 HUFA) 1,4% (Suwirya et al., 2001). Vitamin merupakan nutrient yang keberadaannya dalam jumlah mikro di dalam pakan, tetapi harus ada tersedia. Vitamin dibutuhkan dalam proses metabolisme, pemeliharaan tubuh dan reproduksi (Adelina et al., 2005). Salah satu vitamin yang penting untuk diperhatikan karena berperan dalam meningkatkan kelulushidupan ikan adalah vitamin C.
Jumlah vitamin C yang dibutuhkan ikan hanya sedikit, tetapi apabila kekurangan dapat mengakibatkan gangguan dan penyakit. Kondisi dimana ikan mengalami defisiensi vitamin C dalam pakan akan menimbulkan berbagai gejala penyakit seperti berenang tanpa arah, warna tubuh pucat dan pendarahan pada permukaan tubuh (terutama di sekitar mulut, sirip dada dan perut), anemia (berhubungan dengan metabolisme Fe) dan peningkatan mortalitas (Kato et al., 1994). Kekurangan vitamin C pada ikan kerapu bebek menampakkan gejala pembengkokan tulang, insang terbuka, menurunnya kandungan hemoglobin darah, rentan terhadap penyakit dan aktivitas ikan menurun
(Giri et al., 1999).
Gejala defisiensi vitamin C lainnya pada ikan adalah rusaknya kolagen dan jaringan penunjang. Kolagen merupakan protein pada ikan dengan kosentrasi tertinggi ditemukan pada kulit dan tulang (Sandes, 1991). Vitamin C berfungsi sebagai kofaktor bagi hiroksilasi enzim katalis dari prolin dan lisin dalam biosintesis kolagen. Saat ini penelitian tentang hubungan vitamin C dengan kondisi darah ikan belum banyak dilakukan, padahal darah mempunyai peranan yang vital dalam kehidupan dan pertumbuhan ikan yaitu sebagai alat transportasi sari-sari makanan hasil proses pencernaan dari usus ke seluruh jaringan tubuh.
(Watanabe, 1998) menyatakan bahwa kelulushidupan ikan dipengaruhi oleh faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik terdiri dari umur dan kemampuan ikan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sedangkan faktor abiotik terdiri dari ketersediaan makanan, kualitas media hidup ikan dan sifat-sifat biologis lainnya terutama yang berhubungan dengan penanganan dan penangkapan. Pemberian vitamin C ke dalam pakan uji dalam penelitian ini memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ikan uji yang tidak mendapat vitamin C (kontrol) pada kelangsungan hidup ikan. Sandes, (1991), mengemukakan bahwa vitamin C berperan penting dalam membantu reaksi tubuh terhadap stress fisiologi, pencegahan penyakit dan penting untuk pertumbuhan. Hal yang sama juga dikemukakan Suwirya et al., (2008), bahwa vitamin C dibutuhkan tubuh ikan untuk meningkatkan metabolisme, daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan penyakit. Selanjutnya Kato et al., (1994) menambahkan bahwa kekurangan vitamin C dalam pakan ikan menyebabkan menurunnya nafsu makan ikan dan hilangnya keseimbangan, bahkan tingkat mortalitas ikan semakin meningkat apabila pakannya tidak diberi vitamin C. Ikan kerapu bebek yang kekurangan vitamin C menampakkan gejala pembengkokan tulang belakang, insang terbuka, menurunnya kandungan hemoglobin darah, vitalitas dan daya tahan tubuh ikan menurun. Oleh karena itu suplementasi vitamin C dalam pakan ikan harus dilakukan (Suwirya et al., 2008). Kebutuhan vitamin C ikan kerapu bebek untuk pertumbuhan optimal dan terhindar dari gejala defisiensi adalah 3 mg/100 g pakan (Giri et al., 1999). Tingginya kelangsungan hidup ikan (100%) pada perlakuan yang tidak mendapat vitamin C dalam penelitian ini disebabkan karena tercukupinya nutrient yang diperoleh dari pakan uji untuk mempertahankan kelangsungan hidup ikan.
Faktor lain yang juga berperan dalam menunjang kehidupan ikan kerapu bebek adalah
kualitas air. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kisaran suhu, pH, salinitas, kelarutan oksigen (DO) dan amoniak selama penelitian dapat mendukung ikan untuk hidup dan mengkonsumsi pakan. Standar mutu air untuk pemeliharaan ikan kerapu menurut Minjoyo et al., (1999), adalah: suhu 28-320C, pH 7-8,5, salinitas 30-33 ppt dan oksigen terlarut >4mg/L. Selama penelitian berlangsung juga dilakukan pengontrolan terhadap kualitas air yaitu dengan cara menyipon sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan setiap harinya sehingga kelarutan amoniak tidak tinggi serta memberi aerasi pada media pemeliharaan ikan untuk menjaga kelarutan oksigen.
- Vitamin E
Suplementasi vitamin E (78% a-tokoferol) dalam pakan induk berpengaruh terhadap nilai diameter telur, GSI, fekunditas, dan GVBD ikan komet. Perlakuan vitamin E 375 mg/kg pakan merupakan dosis terbaik terhadap nilai GSI, fekunditas, dan GVBD ikan komet.
Hasil pengukuran diameter telur menunjukkan nilai yang meningkat seiring waktu pemeliharaan (Gambar 1). Nilai diameter di hari ke-40 pemeliharaan pada semua perlakuan telah memasuki ukuran telur yang siap untuk dibuahi. normal diameter telur ikan komet yaitu 0,3 1,00 mm.Besarnya nilai diameter telur pada perlakuan suplementasi vitamin E diduga adanya pengaruh vitamin E pada proses vitelogenesis dan menyebabkan peningkatan akumulasi kuning telur. Diduga vitamin E dalam formulasi pakan menyebabkan keberadaan asam lemak di dalam telur dapat dipertahankan. Akitivitas ini membuat jumlah dan ukuran granula kuning telur bertambah tinggi sehingga volume dan diameter telur meningkat (Sumantri, 2006).
Hubungan vitamin E dengan vitelogenin dalam perkembangan oosit ternyata melalui prostaglandin. Dalam hal ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak esensial (Djojosoebagio, 1996). Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan sehingga asam lemak dapat dipertahankan. Oleh sebab itu, vitamin E memberikan pengaruh terhadap perkembangan oosit pada induk betina.
Perhitungan GSI dilakukan untuk mengetahui persentase bobot gonad berbanding bobot tubuh pada setiap induk. Hasil yang diperoleh untuk GSI (Gambar 2) menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberi suplementasi vitamin E memiliki nilai GSI yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. GSI terbesar terdapat pada perlakuan suplementasi vitamin E sebanyak 375 mg/kg dengan nilai 8,86±4,62%. Hal ini menyebabkan pertambahan jumlah vitelogenin pada oosit dan meningkatkan bobot gonad sehingga persentase GSI menjadi lebih besar. Semakin besar persentase GSI, maka semakin tinggi tingkat kematangan telur-telur tersebut (Tang & Affandi, 2004).
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan dalam satu siklus reproduksi tingginya nilai fekunditas menggambarkan kualitas induk yang baik. Hasil penelitian pada perlakuan suplementasi vitamin E menunjukan nilai fekunditas yang lebih besar (Gambar 3). Nilai fekunditas tertinggi terdapat pada perlakuan suplementasi vitamion e sebanyak 375 mg/kg pakan dengan nilai sebesar 56 butir telur/gr induk.peningkatan fekunditas dipengaruhi oleh kualitas induk betina dan pemberian pakan serta efisiensi pemanfaatannya. Selain itu aktifitas prostaglandin berperan dalam pembentukan butir-butir telur. Semakin banyak fitelogenin yang dibawa ke gonad maka semakin banyak butir-butir telur yang dibentuk dalam gonad. Menurut pernyataan Tang dan Affandi (2004) bahwa semakin besar persentase GSI maka semakin banyak telur yang dihasilkan oleh induk
GVBD (Germinal Vesicle Break Down) merupakan salah satu indikator pematangan akhir pada gonad ikan ketika telur telah mencapai fase GVBD maka telur dapat segera diovulasikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase GVBD tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suplementasi vitamin E dengan dosis 375 mg/kg pakan dengan nilai 67,35 + 17, 67 % (Gambar 4).
GVBD merupakan salah satu tahap pada saat telur telah memasuki proses pematangan akhir. Proses pematangan akhir sangat dipengaruhi oleh rangsangan lingkungan serta hormjon GTH II atau LSH. Menurut Yaron (1995) bila rangsangan lingkungan mendukung maka kelenjar pituitari akan mensekresikan hormon GTH II atau LSH kemudian merangsang sekresi 17 α-hidrosiprogesteron yang bersama hidroksisteroid dehirogenase membentuk 17 α, 20β hidroksipregnen yang diketahui sebagai MIH (Maturating Indusing Factor). Tang dan Affandi (2004) menyatakan fenomena GVBD yang terjadi saat pematangan oosit akhir dapat dilihat melalui mikroskop. Membran gelembung akan dipecah sehingga isinya bercampur dengan sitoplasma yang ada disekelilingnya.
Perubahan ini meliputi penggabungan kecil lipida dan globula kuning telur, pembesaran oosit berlangsung cepat akibat hidrasi serta peningkatan kejernihan oosit. Proses inilah yang dikenal sebagai germinal vesikel break down (GVBD).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
- Pemberian vitamin C dalam pakan dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah, sedangkan pemberian pakan tanpa penambahan vitamin C tidak dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Pemberian vitamin C dengan jumlah yang berbeda di dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap peningkatan hemoglobin darah tetapi tidak memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap kelulushidupan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Pemberian vitamin C sebanyak 2 g/kg pakan adalah optimal karena menghasilkan peningkatan hemoglobin darah tertinggi dan kelulushidupan ikan kerapu bebek 100%
- Pemberian vitamin E (78% d-alpha tocopherol) sebanyak 375 mg/kg pakan adalah dosis terbaik bagi produktivitas induk betina ikan komet. Persentasi GSI : 8,86±4,62%. Nilai fekunditas sebesar 56±29,18% butir telur/g induk persentase telur GVBD sebesar 67,35±17,67%, yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, D.P. & Siwicki, A. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Second Symposium on Disease in Asia Aquaculture “Aquatic Animal Health and Environment”. Asia Fisheries Society. Linder, M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Universitas Indonesia.
Arfah, H. et al. 2013. Suplementasi vitamin E dengan dosis berbeda pada pakan terhadap kinerja reproduksi ikan betina ikan komet Carassius auratus auratus. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol 12. Hal 14-18.
Djojosoebagio, S. 1996. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Jakarta : UI Press.
Giri, N.A., Suwirya, K., & Marzuqi, M. 1999. Kebutuhan protein, lemak dan vitamin C yuwana kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 5: 38-44.
Kato, K., Ishibashi, Y., Murata, O., Nasu, T., Ikeda, S., & Kumai, H. 1994. Qualitative water-soluble vitamin requirement of tiger puffer. Fisheries Science 60: 581–589.
Minjoyo, Winarto, N., & Sudaryanto. 1999. Pemeliharaan larva dan pembenihan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Departemen Pertanian. Ditjenkan BBL Lampung.
Najim S, Raja A, Furat K. 2012. Some reproductive characters of the fantail goldfish Carrasius auratus auratus female from rearing pond in Basrah, Southern Iraq. Iraqi Journal of Aquaculture 9: 89-94.
Purwani, R.D., & Hadi, H. 2002. Pengaruh pemberian pil besi folat dan pil vitamin C terhadap perubahan kadar hemoglobin anak Sekolah Dasar yang anemia di Desa Nelayan Kabupaten Rembang. Jurnal Kedokteran Yarsi 10: 8-15.
Sandes, K. 1991. Studies on vitamin C in fish nutrient. Fisheries and Marine Biology. Univ. of Bergen. Norway. Halaman 32.
Suhartono, E., Fujiati, & Panghiyangani, R. 2004. Pengaruh vitamin C terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin padatikus wistar galur Sprague dawley yang dipajan sinar ultraviolet. Jurnal Kedokteran Yarsi 12: 42-45.
Siregar, Y.I. dan Adelina. 2009. Pengaruh Vitamin C terhadap Hemoglobin (Hb) Darah dan Kelulushidupan Benih Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Natur Indonesia. Vol 12. Hal 75-81.
Sumantri, D. 2006. Efektivitas ovaprim dan aromatase inhibitor dalam mempercepat pemijahan pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suwirya, K., Giri, N.A. & Marzuqi, M. 2001. Pengaruh n-3 HUFA terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan yuwana ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis. Di dalam: Sudradjat, A., E. S. Heruwati, A. Poernomo, A. Rukyani, J. Widodo dan E. Danakusuma (ed). Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Halaman 201-206.
Suwirya, K., Marzuqi, M. & Giri, N.A. 2008. Informasi nutrisi ikan untuk menunjang pengembangan budidaya laut. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. 8.
Tang U, Affandi R. 2004. Biologi Reproduksi Ikan. Pekanbaru : Pusat Peneliti Kawasan Pantai dan Perairan Universitas Riau.
Watanabe, T. 1998. Fish Nutrition and Marine Culture. Department of Aquatic Biosciences. Tokyo University of Fisheries. Jica 223 pp.
Yaron, Z. 1995. Endocrine control of gametogenesis and spawning induction in the carp. Aquaculture 129:49-73.
Yulfiperius. 2003. Penambahan vitamin E dalam formulasi pakan induk ikan dapat memperbaiki kualitas reproduksi nya. Makalah Filsafah Sains. Bogor : Institut Pertanian Bogor.