ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN

 

 

 

 

Disusun Oleh:

Akhmad Awaludin agustiar

14/PN/369621/13935

 

 

LABORATORIUM MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017

  1. PENDAHULUAN

 

  • Latar Belakang

Industri perikanan merupakan industri yang berkembang pesat di Indonesia yang didukung oleh besarnya potensi sumber daya perikanan di Indonesia yang mencapai 6,6 juta ton pertahun. Sebagaimana industri-industri yang lain, industri perikanan dalam pengoperasiannya akan menghasilkan produk akhir yang diharapkan dan juga limbah sebagai buangan industri. Limbah sebagai buangan industri dikelompokkan menjadi dua macam berdasarkan wujudnya yaitu limbah padat dan limbah cair. Oleh sebab itu perlunya sebuah metode penanganan yang efektif dalam hal mereduksi beban pencemaran. Semakin besar sebuah industri maka limbah yang dihasilkan juga akan semakin besar.

Limbah cair industri perikanan dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan apabila jumlahnya terlalu besar untuk direduksi secara alami. Kandungan bahan organik seperti protein dan lemak akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merombaknya secara alami. Jumlah yang cukup besar dari limbah cair tersebut dapat membuat organisme seperti ikan mengalami kematian karena lingkungan hidupnya tercemar. Oleh karena itu sebelum dibuang kelingkungan, limbah cair tersebut harus aman atau dengan kata lain terlah sesuai dengan baku mutu.

Berbagai metode penanganan limbah cair industri perikanan telah banyak dikenal dan diterapkan secara luas. Metode penanganan limbah cair industri perikanan diantaranya yaitu dapat secara fisik, kimia maupun biologi. Metode penanganan secara fisik dan kimia dikenal membutuhkan biaya yang cukup tinggi dengan metode biologi. Oleh sebab itu metode penanganan limbah cair secara biologi sangat perlu untuk dipelajari untuk dikembangkan. Salah satu metode penanganan secara biologi yaitu bioremediasi.

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikrobia telah banyak digunakan selama bertahun – tahun dalam mengurangi senyawa organik baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri. Metode penanganan limbah cair dengan cara bioremediasi terbukti efektif dan efisien untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa – senyawa kimia toksik atau beracun (Subagyo, et al., 2002)

 

  • Tujuan Praktikum
  1. Melakukan pengukuran parameter fisika dan kimia dari limbah industri perikanan.
  2. Mengetahui kuantitas parameter pencemaran limbah cair industri perikanan.
  3. Menentukan besarnya beban pencemaran limbah cair industri perikanan.
  4. Mengetahui dan menerapkan cara penanganan limbah cair secara biologis meliputi bioremediasi aerob dan anaerob dan fitoremediasi.

 

  • Manfaat Praktikum
  1. Melatih keterampilan pengukuran parameter fisik dan kimia dari limbah cair industri perikanan

2.Dapat menerapkan cara penanganan limbah baik bioremediasi maupun fitoremediasi

  1. Mengetahui perlakuan penanganan limbah cair yang paling baik
  1. TINJAUAN PUSTAKA

 

  • Limbah

Limbah merupakan hasil sampingan yang didapat dari suatu proses produksi. Adanya limbah bukan merupakan sesuatu yang dikehendaki melainkan merupakan sebuah residu yang pasti akan dihasilkan selama proses. Menurut Gintings (1992) Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Menurut Sulaeman (2009), Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda.

  • Parameter Pencemaran

Menurut Sugiharto (1987), air limbah perikanan mengandung parameter BOD, COD, TSS, minyak dan lemak. Apabila keseluruhan parameter tersebut dibuang langsung ke badan penerima, maka akan mengakibatkan pencemaran air. Oleh karena itu sebelum dibuang ke badan penerima air, terlebih dahulu harus diolah sehingga dapat memenuhi standart air yang baik. Menurut Effendi (2003), beberapa karakteristik atau indikator pencemaran yang disarankan untuk dianalisis antaralain yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Pengamatan secara fisik yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), TSS, perubahan suhu, warna, rasa dan bau. Pengamatan secara kimiawi didasarkan pada zat kimia yang terlarut seperti kandugan CO2 bebas,  O2 terlarut, dan alkalinitas serta perubahan pH. Parameter biologi dapat dilihat dengan berdasarkan mikroorganisme yang ada di dalam air.

  • Debit Limbah Cair

Menurut Dumairy (1992), debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter/detik. Menurut Asdak (2002),  Debit limbah cair adalah jumlah air limbah yang mengalir atau dibuang ke lingkungan dalam satuan volume per waktu. Satuan debit yang digunakan adalah meter kubik per detik (m3/s). Debit limbah cair maksimum (DM) dan debit limbah cair sebenarnya (DA) dapat ditentukan  dengan metode volumetrik.

 

  • Beban Pencemaran Limbah

Beban pencemaran merupakan jumlah suatu unsur pencemar dalam air atu air limbah. Beban pencemaran dapat dihitung dengan cara mengalikan kadar parameter pencemaran dengan debit limbah cair sebenarnya yang dihasilkan. Menurut Djabu et al. (1991), beban pencemaran adalah bahan pencemar dikalikan kapasitas aliran air yang mengandung bahan pencemar, artinya adalah jumlah berat pencemar dalam satuan waktu tertentu misalnya ton/hari. Menurut Sahubawa (2011), analisis beban pencemaran limbah cair antara lain :

  1. Menyiapkan data volume debit limbah cair sebenarnya (DA) yang dihasilkan pabrik
  2. Menyiapkan data parameter pencemaran (pH, TSS, BOD, COD, minyak/lemak) limbah cair pabrik
  3. Menentukan beban pencemaran masing-masing parameter.

Perhitungan beban pencemaran dilakukan menggunakan dua tahap. Pertama yaitu menentukan Qmix atau kuantitas air limbah gabungan (m3). Rumus untuk menentukan kuantitas air limbah gabungan yaitu Qmix = . Dimana Qmix adalah kuantitas air limbah gabungan (m3), Qi adalah kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing jenis bahan baku (m3/ton) dan Pi adalah jumlah bahan baku yang digunakan (ton).

Setelah ditentukan kuantitas air limbah gabungan, selanjutnya dapat ditentukan besarnya beban pemcemaran. Beban pencemaran (Lmix) dapat dicari menggunakan rumus Lmix = C x Qmix. Dimana Lmix merupakan beban pencemaran kegiatan (kg), C adalah kadar parameter air limbah (mg/L) dan Qmix adalah kuantitas air limbah gabungan (m3).

 

  • Baku Mutu Limbah Cair Industri Perikanan

Limbah yang dihasilkan oleh industri perikanan untuk aman dibuang ke lingkungan maka harus memenuhi standar baku mutu. Baku mutu limbah cair industri perikanan merupakan batas maksimal jumlah beban pencemaran yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan atau ke alam. Penerapan baku mutu pada limbah pembuangan limbah cair dapat ditetapkan melalui beban pencemaran maksimum dan beban pencemaran sebenarnya. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2014.

 

Tabel 2.1 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan suatu jenis kegiatan pengolahan.

Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2014

 

  • Mekanisme Reduksi Limbah

Menurut Walter (1997), reduksi limbah dapat dilakukan dengan proses stimulus mikroorganisme yang telah terdapat pada suatu wilayah untuk meningkatkan kemampuan degradasi polutan atau biada disebut sebagai bioaugmentasi. Selain bioaugmentasi, metode bioremediasi yang lain adalah dengan menambahkan mikrobia yang telah diperbanyak dan diketahui kemampuan degradasi polutan spesifik kedalam suatu badan air tercemar. Bioaugmentasi juga dilakukan untuk menurunkan keragaman jalur degradasi hidrokarbon terutama untuk mempercepat proses degradasi hidrokarbon poliaromatik.

Dalam proses bioaugmentasi ini terdapat bakteri yang digunakan yaitu bakteri proteolitik. Bakteri proteolitik ini adalah penghasil enzim protease ekstraselular yang dapat menghidrolisis protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua mempunyai enzim protease ekstraseluler. Dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih kompleks daripada pemecahan karbohidrat dan produk akhirnya juga lebih bervariasi. Hal ini disebabkan struktur protein yang lebih kompleks. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzim yang kompleks, memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Pelczar dan Chan, 1998). Senyawa-senyawa intermediat dan produk akhir hasil pemecahan asam amino sangat bervariasi. Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:

  1. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya Pseudomonas dan Proteus.
  2. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnya Bacillus.
  3. Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesies Clostridium.

 

Perkembangan teknik bioremediasi semakin berkembang dari tahun ke tahunnya. Dimulai dari menggunakan tanaman, secara aerasi, aerob maupun anaerob. Banyak cara yang dapat digunakan dalam proses pengembalian fungsi lingkungan yang telah berubah yang diakibatkan oleh toksikan atau bahan pencemar lingkungan.  Namun proses bioremediasi merupakan proses yang lebih mudah, cepat dan efisien untuk digunakan. Bioremidiasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu bioremidiasi in situ (proses bioremidiasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut) dan bioremidiasi ex situ (bioremidiasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologis (Subagyo, 2002).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • HIPOTESIS

Penanganan limbah dengan bioremediasi pada limbah industri perikanan yaitu dengan fitoremediasi yang diberi perlakuan bakteri Bacillus dan Serratia secara anerob dan aerasi dapat mereduksi beban pencemaran pada limbah cair industri perikanan.

H0 : Teknik bioremediasi pada limbah industri perikanan yaitu dengan fitoremediasi yang diberi perlakuan bakteri Bacillus dan Serratia secara anerob dan aerasi tidak dapat mereduksi beban pencemaran pada limbah cair industri perikanan.

H1 : Teknik bioremediasi pada limbah industri perikanan yaitu dengan fitoremediasi yang diberi perlakuan bakteri Bacillus dan Serratia secara anerob dan aerasi dapat mereduksi beban pencemaran pada limbah cair industri perikanan.

 

 

 

 

 

 

 

  1. METODOLOGI PENELITIAN

 

  1. Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi pipet tetes, tabung mikrotube, petridisk, drigalski, bunsen, jarum ose, tabung reaksi, autoklaf, mikroskop, erlenmeyer, toples kaca 3 L, 6 botol oksigen, kempot, pipet ukur, pipet tetes, botol film, kertas pH, pH meter, kertas saring, aerator, ember plastik, plastik hitam penutup, dan selang.

  1. Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini meliputi media skim milk agar, akuades, tryptone soya broth (TSB), NaCl 0,85%, Phenol Blue, H2SO4 4N, KMnO4 0,1N, Amonium Oksalat, MnSO4, Reagen Oksigen, H2SO4 Pekat, Amilum, bakteri, 1/80 Na2S2O3, Limbah cair hasil cucian ikan dari pasar kranggan, tanaman air (eceng gondok).

 

  1. Tata Laksana Praktikum

 

  1. Pembuatan Medium TSB (Tryptone Soya Broth) cair
Bahan:

Serbuk TSB :  30 gram

Aquadest      :  1000 ml

Siapkan tabung reaksi
Larutkan dan homogenkan dengan magnet stirer

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

*

Autoclave
Simpan dalam refrigerator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Pembuatan Medium TSA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Simpan 24 jam dalam kulkas

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Isolasi mikrobia dan Enrichment

 

 

 

 

 

 

 

 

Bakteri pada TSB siap digunakan dalam perlakuan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Limbah cair disaring
  • Bioremediasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

*

Treatment:

1.      Perlakuan fitoremediasi

2.      Perlakuan fitoremediasi + bakteri A

3.      Perlakuan fitoremediasi + bakteri B

4.      Perlakuan anaerob + Bakteri A

5.      Perlakuan anaerob + Bakteri B

6.      Kontrol positif

7.      Kontrol negatif

 

 

 

 

 

 

 

 

Analisis parameter akhir DO, BOD, TSS, protein terlarut, pH,  suhu, kekeruhan dan bau

 

Hitung kuantitas air limbah dan nilai beban pencemaran, serta bandingkan dengan baku mutunya

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengukuran BOD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengukuran DO                                                          Pengukuran pH

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pengukuran TSS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. HASIL DAN PEMBAHASAN

 

  • Hasil

Tabel 5.2 Hasil Aplikasi Bioremediasi pada Limbah Cair Industri Perikanan

Parameter Sebelum Setelah Perlakuan
I II III IV V Kontrol (+) Kontrol (-)
Suhu ℃ 27 27 27 27,5 27 26 27 26
TSS (mg/L) 60 10 90 70 60 26 190 100
pH 6,8 8,48 8,41 8,2 6,86 6,63 8,42 7,87
Kekeruhan ++++ ++ ++ ++ +++++ ++++ +++ ++++
Bau ++++ +++ ++ ++ +++++ +++++ ++ ++++
DO (mg/L) 4,6 4,5 2,6 9,2 14,8 7,6 3,2 13,5
BOD (mg/L) 8,28 3 4* 0,6* 4,6 0,9 2,6* 5
Protein Terlarut (mg/L) 320,09 238,19 212 265,57 312 342,95 387 381,04

*nilai negatif

Keterangan :

I           : Fitoremediasi

II         : Fitoremediasi + Bakteri A

III        : Fitoremediasi + Bakteri B

IV        : Anaerob + Bakteri A

V         : Anaerob + Bakteri B

 

Keterangan :

Bau      :           +          : Netral

++        : Sedikit Bau

+++     : Bau

++++   : Sangat Bau

+++++ : Sangat Bau Sekali

 

 

Kekeruhan :     +          : Bening

++        : Agak Bening

+++     : Keruh

++++   : Sangat Keruh

+++++ : Sangat Keruh Sekali

 

  • Pembahasan
    • Cara Kerja dan Fungsi Perlakuan

Praktikum Pengujian analisis dan prediksi beban pencemaran limbah cair industri perikanan ini dilakukan dengaan cara mempersiapkan media isolasi yang hendak digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Media isolasi yang digunakan yakni skim milk agar. Media isolasi tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengisolasi dan pengkayaan bakteri proteolitk yang nantinya akan digunakan dalam metode bioremediasi. Isolasi bakteri dilakukan dengan cara mengambil sampel limbah sebanyak 1 ml kemudian dibuat 3 seri pengenceran. Pengenceran bertujuan agar jumlah bakteri tidak terlalu pekat. Satu tetes sampel limbah diambil dari masing-masing seri pengenceran kemudian diratakan di permukaan media skim milk agar di dalam petridisk dengan menggunakan drigalski. Hal ini bertujuan agar bakteri yang tumbuh dapat merata di media skim milk agar dan tidak menumpuk. Selanjutnya petridish dibalik kemudian dibungkus dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 2 x 24 jam. Koloni yang terbentuk diamati, diidentifikasi awal, dan isolate dipindahkan ke dalam tabung reaksi untuk perbanyakan selama 1 x 24 jam.

Selanjutnya dilakukan persiapan sampel dengan cara menyiapkan 7 buah toples kaca ukuran 3 L. Tujuh toples kaca tersebut diisi air limbah yang didapat dari hasil cucian pedagang ikan di pasar kranggan. Setelah itu ketujuh toples diberi perlakuan yang meliputi fitoremediasi, fitoremediasi + Bakteri A, fitoremediasi + Bakteri B, anaerob + Bakteri A, anaerob + Bakteri B,  kontrol positif dan kontrol negatif. Masing-masing perlakuan diberikan 2 L limbah yang sebelumnya telah disaring sebagai perlakuan fisik. Semua perlakuan diuji parameter yang meliputi kadar DO, pH limbah, BOD, TSS, protein terlarut, kekeruhan dan bau sebelum dilakukan inkubasi selama 7 hari. Tujuannya adalah untuk membandingkan apakah ada perubahan setelah diberi perlakuan atau tidak.

Perlakuan fitoremediasi dilakukan dengan menambah tumbuhan air pada sampel air limbah yang berupa tanaman eceng gondok. Tumbuhan air digunakan untuk mendaur ulang limbah, tujuannya adalah untuk menurunkan sifat limbah baik secara fisik, kimia, dan biologis serta pemanfaatannya sebagai biofilter yang dapat menurunkan pencemaran limbah organik. Perlakuan aerob dilakukan dengan penambahan aerasi pada limbah untuk memberikan suplay oksigen ke dalam limbah sehingga bakteri proteolitik mendegradasi limbah secara aerobik. Perlakuan bakteri anaerob dilakukan dengan cara menutup toples kaca dengan plastik kresek warna hitam sehingga proses yang terjadi didalam adalah anaerob. Perlakuan bakteri A yaitu menggunakan bakteri Bacillus sedangkan bakteri B yaitu menggunakan Serratia. Setelah diinkubasi selama 7 hari, dilakukan kembali pengamatan parameter uji meliputi kadar DO, pH limbah, TSS, protein terlarut, kekeruhan dan bau. Untuk parameter BOD dilakukan dengan pengukuran hari ke-5 atau BOD5. Hal ini dengan asumsi pada hari kelima semua oksigen telah habis digunakan untuk aktivitas organisme didalam limbah.

 

  • Mekanisme Pengukuran Beban Pencemaran Dengan Perlakuan Fitoremediasi + Bakteri A

Fitoremediasi merupakan proses penanganan limbah dengan menggunakan tumbuhan air sebagai agen pereduksi beban pencemaran. Bakteri A yang digunakan merupakan bakteri Bacillus. Bacillus sp merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Beban pencemaran pada perlakuan Fitoremediasi + Bakteri A diukur sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Parameter uji meliputi kadar DO, BOD, pH limbah, TSS, protein terlarut, kekeruhan dan bau. DO (dissolved oxygen) diukur menggunakan metode winkler. Begitupula dengan BOD (Biologycal Oxygen Demand). pH air limbah diukur menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi. TSS diukur menggunakan kertas saring dengan melihat berat sesudah dan sebelum disaring. Sementara protein terlarut diukur menggunakan metode bradford. Kemudian kekeruhan dan bau diukur dengan mengamati secara langsung air limbah pada toples kaca.

Setelah semua parameter uji diukur, kemudian dilakukan analisis beban pencemaran. Tentukan terlebih dahulu nilai debit total atau Qmix menggunakan rumus Qmix =  dengan Qi merupakan kuantitas air limbah yang berlaku bagi masing-masing jenis bahan baku dalam satuan m3/ton dan Pi merupakan jumlah bahan baku yang digunakan senyatanya dalam satuan ton. Pada praktikum ini, limbah yang digunakan memiliki debit kecil karena berasal dari air cucian dipasar kranggan. Oleh karena itu perhitungan limbah dikali dengan 30 hari. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai beban pencemaran dengan rumus Lmix = C x Qmix. Lmix merupakan beban pencemaran kegiatan (kg), C merupakan kadar parameter air limbah dalam satuan mg/L. Setelah didapat nilai beban pencemaran sebenarnya dan beban pencemaran baku mutu, maka kedua hasil tersebut dibandingkan. Apabila nilai beban pencemaran sebenarnya lebih kecil dari nilai beban pencemaran maka air limbah tersebut dikatakan aman dan tidak mencemari lingkungan ketika dibuang, begitu pula sebaliknya.

 

  • Parameter pada Perlakuan Fitoremediasi + Bakteri A

Berdasarkan hasil pengamatan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan fitoremediasi + Bakteri A, didapatkan beberapa hasil. Pada parameter DO (dissolved oxygen) didapat nilai sebesar 9,2 mg/L. Pengujian DO (Dissolved Oxygen) dilakukan untuk mengetahui tingkat polusi air dan kadar oksigen terlarut yang terdapat dalam limbah cair, hal ini karena bahan buangan pada limbah cair membutuhkan oksigen untuk mendegradasinya maka diperlukan uji DO (Wiryani, 2007). Nilai DO naik dari sebelum diberi perlakuan sebesar 4,6 mg/L menjadi 9,2 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan fitoremediasi + bakteri A dapat meningkatkan kandungan oksigen bebas yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman air atau eceng gondok. DO pada kontrol positif sebesar 3,2 mg/L sementara kontrol negatif sebesar 13,5 mg/L. Menurut Effend (2003) kadar oksigen diperairan tawar pada suhu 25oC sebesar 8 ppm.

Parameter DO berhubungan dengan BOD. Apabila nilai DO tinggi, maka nilai BOD rendah. Penurunan DO dapat diakibatkan oleh pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan organisme air terganggu. Prinsip perombakan bahan dalam limbah adalah oksidasi, baik oksidasi biologis maupun oksidasi kimia. Semakin tinggi bahan organik dalam air menyebabkan kandungan oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air menyebabkan kebutuhan mikroba akan oksigen meningkat, yang diukur dari nilai BOD yang meningkat. Pada perlakuan ini nilai BOD sebesar 0,6mg/L. Nilai BOD pada kontrol positf dan negatif berturut-turut sebesar 2,6mg/L dan 5mg/L. Semakin besar nilai BOD maka perairan tersebut dikatakan buruk. Pada saat praktikum nilai BOD mengalami fluktuasi yaitu pada pengujian BOD5 nilainya meningkat sehingga BOD akhir menjadi minus. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti perbedaan persepsi warna titrasi dan kekeruhan yang membuat perubahan warna saat tritrasi menjadi sulit untuk diamati. Menurut baku mutu, nilai BOD maksimal adalah 100 mg/L sehingga semua perlakuan sudah sesuai dengan standar baku mutu.

Pada parameter pH limbah, nilai nya meningkat dari 6,8 menjadi 8,2. Hal ini menunjukan hasil pereduksian senyawa oleh fitoremediasi + bakteri A menghasilkan suasana basa pada air limbah dalam toples. Pada perlakuan kontrol positif dan negatif berturut-turut pH nya sebesar 8,42 dan 7,87. Kisaran pH yang memnuhi standar yakni pada kisaran pH 6-9 sehingga semua perlakuan memenuhi standar. Secara umum semua perlakuan mengalami kenaikan pH dari asam menjadi basa. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah CO2 sebagai hasil dari respirasi mikroorganisme pada perlakuan. Pada perlakuan fitoremediasi + Bakteri A menggunakan bakteri Bacillus yang merupakan bakteri aerob sehingga akan menghasilkan CO2 dari proses respirasinya.

Pada parameter TSS (Total Suspended Solid), perlakuan fitoremediasi + bakteri A mengalami kenaikan dari 60mg/L menjadi 70 mg/L. Begitu pula pada sampel kontrol positif dan negatif juga mengalami kenaikan yang bahkan lebih besar yaitu 190 mg/L dan 100mg/L. Nilai TSS paling rendah yaitu dengan perlakuan fitoremediasi sebesar 10mg/L. Dengan demikian penambahan bakteri tidak efektif dalam mereduksi padatan tersuspensi. Semakin tinggi nilai TSS maka penetrasi cahaya untuk masuk kedasar menjadi semakin kecil. Menurut baku mutu, TSS maksimal adalah 100 mg/L sehingga perlakuan fitoremediasi + bakteri A sudah sesuai dengan standar.

Parameter kekeruhan pada limbah cair setelah diberi perlakuan fitoremediasi + bakteri A mengalami penurunan setelah 7 hari. Penurunan tersebut terjadi dari ++++
(sangat keruh) menjadi ++ (agak bening) yang artinya limbah cair tersebut mengalami peruabahan kearah yang lebih baik. Dibandingkan dengan kontrol baik positif maupun negatif, hasil tersebut masih lebih baik. TSS pada suatu perairan dapat menyebabkan perairan tersebut menjadi semakin keruh. Hasil ini berbanding lurus dengan perlakuan fitoremediasi + bakteri A jika dibandingkan dengan kedua kontrol yang memiliki kekeruhan tinggi sekaligus TSS nya juga tinggi. Grafik pengamatan Kekeruhan dapat dilihat pada grafik 5.1

Grafik 5.1 Hasil Pengamatan Parameter Kekeruhan.

Parameter Bau menunjukan nilai kurang lebih sama dengan parameter kekeruhan. Pada parameter bau perlakuan fitoremediasi + bakteri A mengalami penurunan dari ++++ (sangat bau) menjadi ++ (agak bau). Sementara untuk perlakuan kontrol cenderung tetap. Bakteri A (Bacillus) terbukti dapat mereduksi bau pada limbah cair. Pada perlakuan anaerob terjadi peningkatan bau menjadi sangat bau sekali (+++++). Menurut Retnosari dan Maya (2013), hal ini dikarenakan produk akhir yang dihasilkan dari proses degradasi secara anaerob umumnya berupa gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) dan sebagian kecil berupa gas  hidrogen (H2) dan  hidrogen sulfida (H2S). Grafik hasil pengamatan bau dapat dilihat sebagai berikut :

Grafik 5.2 Hasil Pengamatan Parameter Bau

Pada parameter kadar protein terlarut, hasil perlakuan fitoremediasi + bakteri A mengalami penurunan dari 320,09 mg/L menjadi 265,57 mg/L. Seemntara pada kontrol justru terjadi kenaikan. Hal ini terjadi karena pada perlakuan fitoremediasi + bakteri A terdapat bakteri yang dapat merombak protein menjadi senyawa lebih sederhana karena Bacillus termasuk pada bakteri proteolitik. Semakin kecil kadar protein terlarut maka mengindikasikan bahwa limbah yang dihasilkan berhasil direduksi oleh perlakuan tersebut.

 

  • Kuantitas dan Beban Pencemaran Limbah

Berdasarkan hasil perhitungan nilai beban pencemaran limbah dihasilkan nilai beban pencemaran TSS pada perlakuan fitoremediasi + bakteri A sebesar 1,26 kg. Nilai ini masih berada dibawah beban pencemaran baku mutu sebesar 1,8 kg. Dengan demikian maka beban pencemaran TSS masih dalam bataas wajar dan limbah bisa dibuang kelingkungan secara aman.

Pada parameter BOD, beban pencemaran sebenarnya memiliki nilai sebesar  0,0108 kg. Sementara untuk beban pencemaran baku mutu BOD sebesar 1,8 kg. Sehingga beban pencemaran masih pada batas wajar karena berada jauh dibawah baku mutu dan dapat disimpulkan bahwa limbah cair dapat dibuang ke lingkungan dengan asumsi tidak akan menimbulkan pencemaran lingkungan.

 

  • Bakteri yang Digunakan

Pada praktikum ini bakteri yang digunakan adalah Bacillus sp. dan Serratia Marcescence. Kedua bakteri tersebut diklaim memiliki kemampuan untuk mereduksi beban pencemaran pada limbah cair perikanan. Bacillus  sp.  mampu  memanfaatkan  bahan organik yang terkandung di dalam  limbah dengan cara melepaskan enzim untuk menguraikan senyawa organik untuk menghasilkan produk sampingan berupa gas karbondioksida (CO2), metana (CH4), hidrogen (H2) dan  air (H2O), serta energi sebagai penunjang aktivitas metabolisme. Karakteristik  Bacillus sp. adalah selulolitik, proteolitik, lipolitik, dan amilolitik (Retnosari & Maya, 2013). Serratia Marcescence dikenal menghasilkan enzim kitinase dan memanfaatkan kitinase untuk asimilasi kitin sebagai sumber karbon dan nitrogennya. Keberadaan bakteri kitinolitik di lingkungan tanah, air, dan lingkungan di sekitar limbah dapat dimanfaatkan untuk memproduksi enzim kitinase dengan cara isolasi dan skrining (Pratiwi, 2015).

 

 

  • Efektifitas Perlakuan

Perlakuan terbaik adalah fitoremediasi secara aerob dengan atau tanpa penambahan bakteri berdasarkan kandungan BOD, kekeruhan dan baunya. Namun berdasarkan kandungan TSS  nya maka yang terbaik adalah dengan perlakuan anaerob. Secara umum semua perlakuan efektif dalam mereduksi beban pencemaran limbah cair industri perikanan. Perlakuan terbaik adalah fitoremediasi + bakteri A. Hal ini karena pada perlakuan tersebut memiliki hasil parameter kekeruhan, bau, kadar DO dan BOD yang cukup baik. Selain itu kadar protein terlarutnya juga tidak terlalu banyak. Untuk menghasilkan degradasi maksimal mungkin perlu dikolaborasikan metode biodegradasi dengan metode fisik dan kimia sehingga dihaasilkan limbah cair yang benar-benar memiliki reduksi beban pencemaran maksimal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. PENUTUP

 

  • Kesimpulan
  1. Pengukuran parameter fisika limbah cair industri perikanan dilakukan dengan mengukur suhu, TSS, kekeruhan dan bau. Pengukuran parameter kimia dilakukan dengan mengukur pH, DO, Protein terlarut dan BOD.
  2. Kuantitas parameter memiliki nilai yang berbeda pada setiap perlakuan. BOD berkisar antara 0,6 mg/L hingga 4,6mg/L. DO tiap perlakuan berkisar antara 2,6 mg/L hingga 14,8 mg/L. pH berkisar antara 6,63 hingga 8,48. TSS tiap perlakuan berkisar antara 10 hingga 190. Protein terlarut berkisar antara 212 mg/L hingga 387 mg/L.
  3. Beasr beban pencemaran pada semua perlakuan berada dibawah batas beban pencemaran baku mutu yang ditetapkan. Pada perlakuan Fitoremediasi + Bakteri A nilai beban pencemaran TSS sebesar 1,2 kg sementara untuk beban pencemaran BOD sebesar 0,0108 kg.
  4. Penanganan limbah cair industri perikanan secara fitoremediasi dilakukan dengan menggunakan tanaman air eceng gondok yang dapat juga dikombinasikan dengan perlakuan aerob dan anaerob beserta penambahan kultur bakteri proteolitik.

 

  • Saran

Sampel limbah yang digunakan hendaknya menggunakan limbah dari industri perikanan yang memiliki skala besar sehingga lebih relevan dalam perhitungannya. Selain itu perlu dilakukan pembuatan medium dan isolasi bakteri bersama praktikan agar semua rangkaian praktikum menjadi dapat dipahami secara utuh.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Asdak,C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta.

Djabu, U., Koesmantoro,H., Soeparman, Wiwoho,A., Indrawati. 1991. Pembuangan Tinja dan Air Limbah. Pusdiknakes. Jakarta.

Dumairy. 1992. Ekonomika Sumberdaya Air, Pengantar Hidrolika. BFPE Offset. Yogyakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Gintings, Perdana. Ir. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Edisi 1. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Pratiwi, R.S. 2015. Enzim Kitinase dan Aplikasinya di Bidang Industri. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(3):878-887.

Pelczar MJ dan Chan ECS. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Pengolahan Hasil Perikanan. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Retnosari,A.A. dan Maya, S. 2013.  Kemampuan Isolat Bacillus sp. dalam Mendegradasi Limbah Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(1) : 2337-3520.

Sahubawa, L. 2011. Analisis dan Prediksi Beban Pencemaran Limbah Cair Pabrik Pengalengan Ikan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18(1):9-18.

Subagyo, R. Azizah dan E. Supriyantini. 2002. Laporan Penelitian Bioremediasi Amonia Dalam Media Kultur Larva Udang Menggunakan Kombinasi Acclimated Consortia dan Sukrosa. Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Sugiharto. 1987. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sulaeman, D. 2009. Makalah Pengelolaan Limbah Industri disampaikan dalam penyusunan Pedoman Design Teknik IPAL Agroindustri. Bogor.

Walter, M. V. 1997. Bioaugmentation. Ch. 82 in Manual of Environmental Microbiology. Christon J. Hurst (Ed). ASM Press. Washington DC.

Wiryani. 2007. Pendekatan Diagnostok dan Terapi Diare Kronik. FK Unud. Denpasar.

Agustyar

Mahasiswa perikanan UGM 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.