EKOSISTEM SUNGAI

EKOSISTEM SUNGAI

Akhmad Awaludin Agustiar

14/369621/PN/13935

Teknologi Hasil Perikanan

Intisari

 

Sungai merupakan salah satu dari sebagian ekosistem terbuka yang ada di bumi. Setiap sungai yang berbeda letaknya memiliki perbedaan seperti kecepatan arus yang dipengaruhi oleh kecuraman sungai, kedalaman sungai, luas sungai, tinggi dan rendah serta halus atau kasar dasar sungai. Selain itu perbedaan lainnya yaitu senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada masing-masing sungai yang nantinya akan mempengaruhi jenis biota yang hidup didalamnya. Tujuan dari praktikum ini diantaranya yaitu memepelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, dan biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan (makrobentos) dan mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan. Praktikum ekosistem sungai golongan A4 ini dilaksanakan pada hari kamis, 12 Maret 2015 pukul 14.00 WIB sampai selesai di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta. Parameter yang digunakan dalam praktikum ekosistem sungai meliputi parameter fisika , kimia dan biologi yang masing-masing dilakukan secara langsung dengan pengambilan sampel dan analisis sampel tersebut. Dalam praktikum ini, dibagi menjadi 4 stasiun. Berdasarkan hasil pengamatan dari keempat stasiun, diperoleh hasil diversitas plankton pada stasiun 1 sebesar 1,93 , stasiun 2 sebesar 4,023 , stasiun 3 sebesar 3,88 , dan stasiun 4 sebesar 3,65. Oleh karena itu stasiun dengan perairan yang paling baik adalah stasiun 2 sementara stasiun dengan tingkat pencemaran yang paling tinggi yaitu stasaiun 1.

 

Kata kunci : diversitas, ekosistem, makrobentos, parameter, plankton, sungai Tambak Bayan

PENDAHULUAN

 

Ekosistem perairan merupakan suatu unit ekologis yang saling berhubungan di habitat perairan dengan komponen abiotik dan biotiknya. Komponen biotik terdiri dari flora dan fauna, sedangkan komponen abotik terdiri dari komponen yang tidak hidup misalnya, air, sifat fisik, dan sifat kimianya (Sudarjanti dan Wijarni, 2006).

 

Sungai merupakan perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua buangan pelbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di dalam perairan. Perubahan ini dapat menghabiskan bahan-bahan yang essensial dalam perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan. (Nontji , 1986)

 

Perairan sungai dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

 

  1. Hulu Sungai

Sumber air berasal dari mata air dan memiliki aliran yang deras, sehingga produsen yang dapat hidup hanyalah produsen yang dapat melekat kuat pada bebatuan.

 

  1. Hilir Sungai

Daerah ini adalah persatuan dari beberapa anak sungai sehingga volumenya bertambah lebih banyak daripada hulu sungai.

 

  1. Muara Sungai

Daerah ini sering terbentuk delta karena endapan lumpur yang banyak. Organisme konsumen sangat beraneka ragam dan sebagian besar seperti zooplankton, remis, dan ikan.(Sastrodinata,1980)

 

Keadaan suatu sungai dipengaruhi oleh :

  1. Besarnya frekuensi hujan
  2. Luas, bentuk dan keadaan daerah pengaliran.

(Gandhakoesoema,1989)

 

Tujuan dari praktikum ini diantaranya yaitu memepelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolokukur (parameter) fisik, kimia, dan biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan komunitas biota perairan (makrobentos) dan mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan.

 

 

METODE

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Maret 2015 di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta pada pukul 14.00 sampai selesai. Pada praktikum ini, dibagi menjadi 4 stasiun dengan setiap kelompok yang berbeda lokasi. Pada stasiun 1, kondisi sekitar sungai yaitu ditemukannya berbagai jenis sampah plastik pada sungai serta vegetasi yang ada yaitu rimbunan bambu dan semak-semak.

 

Alat yang digunakan pada percobaan ini antaralain botol cuka bersih, ember plastik, surber, plot kayu, saringan (seine), mikroskop, kertas label, pensil, bola tenis meja, stopwatch atau arloji, roll meter, penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur , pipet tetes,  kertas label, dan pensil.

 

Sementara bahan yang digunakan yaitu larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/80 N Na2S2O3, larutan 1/44 NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan indikator amilum, larutan indikator Phenolphphtalein (PP), larutan indikator Methyl Orange (MO, dan larutan 4% formalin.

Metode yang digunakan untuk mengukur makrobentos yaitu dengan menggunakan plot kayu yang berukuran 40cm x 40cm. Plot diletakan pada sembarang titik lalu makrobentos yang ada pada plot tersebut diambil untuk kemudian dimasukan kedalam toples yang telah disediakan dan kemudian diberi formalin 40%. Lakukan perhitungan dengan rumus Shannon-Wiener :

 

H = – ∑

 

Dengan  H yaitu indeks keanekaragaman, ni cacah individu suatu genus dan N adalah cacah individu seluruh genera.

 

Lalu untuk mengukur diversitas dan densitas plankton dilakukan dengan cara pengambilan sampel menggunakan surber sebanyak 5 kali dengan menggunakan ember. Lalu sampel yang berisi plankton dimasukan kedalam botol cuka yang telah dicuci bersih, kemudian diberi formalin 40% untuk selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop di laboratorium ekologi perairan.

 

Kemudian dilakukan beberapa pengukuran parameter yang meliputi parameter fisik, kimia dan biologi. Pada parameter fisika terdapat pengukuran suhu udara, suhu air sungai, kecepatan arus air dan debit air sungai. Pada parameter kimia, dilakukan pengukuran  DO , kadar CO₂, dan alkalinitas.

Pada penentuan DO , digunakan metode Winkler dengan rumus perhitungan kandungan O2 terlarut = 1000/50 . Y . 0,1 mg/l . dimana Y adalah vol titrasi dari awal hingga akhir. Pada penentuan kadar  CO₂, digunakan metode alkalimetri dengan rumus perhitungan Kandungan CO₂ = 1000/50 . C . 1 mg/l . Dimana C adalah volume titrasi NaOH yang digunakan.

Alkalinitas dilakukan dengan metode alkalimetri dan rumus perhitungan Kandungan CO₃⁻  = 1000/5 . C . 1 mg/l  untuk (X), Kandungan HCO₃⁻ = 1000/5. D. 1 mg/l    sebagai  (Y) dan Alkalinitas total  =  X+Y (mg/L). Dimana C dan D adalah banyaknya 1/50 N H₂SO₄ yang diperlukan pada proses titrasi.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Dari praktikum yang telah dilaksanakan , didapatkan data sebagai berikut :

Parameter Stasiun
1 2 3 4
Suhu Udara (oC) 25 28 30 25,5
Suhu Air (oC) 27 29 28 24,5
Arus Air (m/s) 0,7 0,42 0,995 1
Debit Air (m3/s) 2,4 1,44 2,57 3,2
DO (ppm) 3,73 6,58 5,51 6,04
CO2 (ppm) 14,5 11,9 11 13,9
Alkalinitas (ppm) 99 98 88 111
pH 7,25 7,25 7,2 7,2
diversitas plankton 1,930124965 4,02346519 3,880179923 3,653107168
densitas plankton (indv/L) 753,0120482 1255,02008 1054,216867 1204,819277
Vegetasi Rimbun dominasi bambu dan semak-semak Pohon pisang, alang-alang, semak, bambu pohon pisang, semak, rerumputan, alag-alang. Rimbun (Pisang, bambu, semak-semak)

 

Praktikum ekosistem sungai dilaksanakan di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta pada hari Kamis 12 Maret 2015 pukul 14.00 WIB sampai selesai. Dengan pembagian menjadi 4 stasiun dari hulu sampai hiril. Keadaan dari stasiun 1 sungai Tambak Bayan yaitu disekitar sungai terdapat aktivitas warga seperti tempat makan. Kedalaman sungai ini bisa dibilang sedang. Vegetasi disekitar sungai berupa rimbunan pohon bambu dan semak-semak dengan penyinaran matahari yang kurang. Air dari sungai ini terlihat bening dengan substrat dasarnya berupa bebatuan. Ditepi sungai ditemukan beberapa potong sampah plastik yang merupakan buangan dari warga sekitar. Pada saat dilakukan penelitian, cuaca saat itu yaitu mendung hingga akhirnya hujan.Pengamatan dilakukan pada semua stasiun dengan parameter yang sama yakni parameter fisik, kimia dan biologi serta pengukuran densitas dan diversitas plankton. Semua parameter tersebut akan dijelaskan pada grafik hasil pengamatan sebagai berikut :

 

1

Pada parameter fisik yaitu suhu udara, semua stasiun berada pada kisaran suhu 25oC – 30oC . Suhu air yang tinggi dapat menjadi racun bagi organisme ekosistem tersebut, namun suhu yang optimal akan membuat organisme seperti plankton dapat hidup melimpah. Suhu berbanding terbalik dengan ketinggian lokasi, artinya jika semakin tinggi lokasi maka suhunya akan semakin rendah (Lakitan, 1994). Pada grafik diatas suhu udara terendah yaitu pada stasiun 1 sebesar 25oC dan suhu udara tertinggi yaitu pada stasiun 3 dengan 30oC. Hal tersebut sedikit kurang tepat dibandingkan dengan teori yang harusnya suhu udara pada stasiun  4 harusnya lebih tinggi sehingga membentuk grafik yang naik keatas. Kesalahan ukur atau ketidak tepatan saat melihat meniskus termometer bisa menjadi penyebab atau kurang lamanya waktu pengukuran suhu udara.

 

2

Parameter fisik selanjutnya adalah suhu air. Seperti halnya dengan udara, suhu air akan semakin rendah apabila lokasinya semakin tinggi (Lakitan, 1994). Suhu air sangatlah penting untuk mementukan kehidupan dari organisme di ekosistem tersebut. Sebut saja gastropoda yang mampu hidup pada suhu air kisaran 26 oC – 31 oC (Effendi,2003). Pada grafik diatas, dapat kita ketahui bahwa suhu air dari semua stasiun pengamatan berkisar antara 24,5 oC – 29 oC dengan suhu paling rendah pada stasiun 4 dan paling tinggi adalah pada stasiun 2. Hal tersebut juga masih belum sesuai dengan teori yang ada. Kemungkinan penyebab dari kesalahan pengukuran adalah karena ketidaktepatan pengukuran yang dilakukan praktikan, misalnya cara memegang termometernya.

 

Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992)

 

3

Kecepatan arus ditentukan oleh kecuraman dari sungai itu sendiri yang disebabkan oleh tinggi rendah dan halus kasar dasar sungai, kedalaman serta luas badan air. Kecepatan arus air juga merupakan salah satu parameter fisika yang mana dengan mengetahui kecepatan arus air, kita akan dapat mengetahui jenis organisme yang hidup pada ekosistem sungai tersebut. Misalnya pada sungai dengan kecepatan arus yang tinggi, organisme yang dapat hidup biasanya dapat melekat pada substrat dengan kuat. Perbedaan kecepatan aliran air tersebut dapat terlihat dalam adaptasi organisme yang hidup di sungai. (Michael, 1994)

 

Dari grafik diatas dapat kita ketahui bahwa kecepatan arus sungai pada stasiun 1 sebesar 0,7 m/s, stasiun 2 sebesar 0,42 m/s, stasiun 3 sebesar 0,995 m/s dan stasiun 4 sebesar 1 m/s. Stasiun dengan kecepatan arus paling rendah yaitu stasiun 2. Pada stasiun 2, substrat sungai adalah bebatuan seperti halnya dengan stasiun satu. Sementara untuk stasiun 4 dan 3 memiliki kecepatan arus paling besar. Hal ini disebabkan karena meskipun stasiun 4 dan 3 bukan berada diatas akan tetapi pada kedua stasiun tersebut memiliki substrat sungai berupa pasir.

 

4

Parameter fisik terakhir yaitu debit air. Debit air sangat erat kaitannya dengan kecepatan arus air yang keduanya sama-sama menentukan densitas dari plankton pada ekosistem sungai Tambak Bayan. Debit air pada stasiun 1 yaitu 2,4 m3/s, pada stasiun 2 1,44 m3/s, pada stasiun 3 2,57 m3/s dan pada stasiun 4 m3/s. Dengan demikian, debit paling rendah adalah pada stasiun 2 dan paling tinggi pada stasiun 4. Tingginya debit pada stasiun 4 dikarenakan pada stasiun 4 kedalamannya relatif lebih dalam daripada stasiun-stasiun yang lainnya.

 

 

5

DO (Dissolved Oxygen) atau kandungan Oksigen terlarut dalam air merupakan faktor yang penting untuk kelangsungan hidup organisme seperti plankton. Kadar oksigen terlarut yang tinggi menandakan bahwa proses fotosintesis pada ekosistem sungai tersebut berjalan dengan baik. Oksigen yang banyak akan mendukung kehidupan organisme diperairan tersebut sehingga densitas plankton akan meningkat. Pada grafik diatas, hasil pengukuran DO yaitu pada stasiun 1 sebesar 3,37 ppm , stasiun 2 sebesar 6,58 ppm, stasiun 3 sebesar 5,51 ppm dan stasiun 4 sebesar 6,04 ppm. Kandungan DO paling tinggi yaitu pada stasiun 2 dan kadar DO paling rendah adalah stasiun 1. Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa pencemaran pada stasiun 1 adalah yang paling parah dan stasiun 2 merupakan ekosistem sungai paling bagus diantara semua stasiun. Rendahnya kadar DO pada stasiun 1 dibuktikan dengan banyaknya limbah rumah tangga seperti plastik yang berserakan disekitar sungai. Hal tersebut membuat bakteri tumbuh subur sehingga kadar DO semakin sedikit. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Idealnya, kandungan oksigen terlarut dan tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970).

 

 

6

 

Parameter selanjutnya adalah kandungan CO2 bebas semua stasiun. Karbondioksida bebas (CO2) merupakan salah satu gas respirasi yang penting bagi sistem perairan, kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh kandungan bahan organik terurai, agilasi suhu, pH, dan aktivitas fotosintesis. Sumber CO2 bebas berasal dari proses pembangunan bahan organik oleh jasad renik dan respirasi organisme (Soesono 1970). Dari data grafik diatas, diperoleh hasil pada stasiun 1 kadar COsebesar 14,5 ppm, stasiun 2 sebesar 11,9 ppm , stasiun 3 sebesar 11 ppm dan stasiun 4 sebesar 13,9 ppm. Dengan demikian stasiun yang mempunyai kadar CO2 paling banyak adalah stasiun 1 dan yang paling sedikit adalah stasiun 3. Dengan mengacu pada grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa stasiun 1 memiliki pencemaran yang cukup berat jika dibandingkan dengan stasiun yang lainnya.

 

7

Alkalinitas merupakan sebuah parameter kimia yang menunjukan seberapa besar konsentrasi basa dan bahan yang mampu menetralisir pH. apabila alkalinitas suatu perairan tinggi maka daya produksinya secara hayati bisa besar, dan apabila alkalinitas perairan rendah maka perairan itu kurang baik daya penyangganya(Soeseno, 1974). Perairan mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi (Hanum, 2002).  Berdasarkan data pada grafik diatas, alkalinitas pada stasiun 1 yaitu sebesar 99 ppm, pada stasiun 2 sebesar 98 ppm , pada stasiun 3 sebesar 88 ppm dan pada stasiun 4 sebesar 111 ppm. Dari data tersebut, stasiun dengan alkalinitas paling kecil yaitu stasiun 3 dan stasiun dengan alkalinitas paling tinggi yaitu stasiun 4. Dengan demikia, stasiun yang dapat dikatakan paling alami yaitu stasiun 3. Sementara stasiun 4 memiliki alkalinitas paling tinggi yang menandakan banyaknya unsur kimia seperti kation NH4, Ca, Mg, K, Na, dan Fe yang pada umumnya bersenyawa dengan anion karbonat dan bikarbonat, asam lemah dan hidroksida. Soeseno (1974)

 

8

Parameter selanjutnya adalah pH air dari masing-masing stasiun. Berdasarkan data grafik diatas, pH dari stasiun 1 dan 2 yaitu 7,25 serta stasiun 3 dan 4 sebesar 7,2. Dengan begitu dapat kita katakan bahwa kisaran pH semua stasiun tidak terlalu jauh atau bahkan sangat sempit yaitu antara 7,2 – 7,25. Hal tersebut dikarenakan pada perairan tawar memiliki kapasitas penyangga yang dapat mempertahankan kisaran pH-nya meskipun terdapat bahan kimia yang masuk ke perairan sungai tersebut. Dengan kisaran pH seperti diatas, organisme seperti plankton dan gastropoda sangat mungkin untuk hidup didalamnya.

 

9

Selanjutnya yaitu diversitas plankton dari semua stasiun pengamatan. Diversitas plankton menunjukan banyaknya jenis plankton yang hidup pada ekosistem sungai tersebut. Parameter tersebut dapat dijadikan sebagai tolokukur apakah perairan sungai masih alami atau sudah tercemar. Semakin banyak diversitas menandakan semakin baik perairan tersebut. Pada stasiun 1, diversitas plankton sebesar 1,93 , pada stasiun 2 sebesar 4,02 , stasiun 3 sebesar 3,88 , dan stasiun 4 sebesar 3,65. Dengan demikian stasiun 1 lah yang paling rendah diantara semuanya, hal ini disebabkan karena stasiun 1 memiliki kadar CO2 yang tinggi serta kadar O2 yang rendah sehingga tidak semua jenis plankton dapat hidup. Sementara pada stasiun 2, diversitasnya paling tinggi diantara semuanya dan bisa kita bandingkan dengan parameter kimia stasiun 2 yang cukup baik. Stasiun 1 masuk pada kategori tercemar ringan dan stasiun lainnya dikatakan belum tercemar. Hal tersebut didasarkan pada derajat pencemaran berdasarkan indeks diversitas pada tabel berikut :

 

Tolok ukur Derajat Pencemaran
Belum tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar Berat
Indeks diversitas >2,0 1,6-2,0 1,0-1,5 <1,0

 

Dan pada klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener, stasiun 1 masuk dalam kategori sedang, sementara stasiun lainnya masuk dalam kategori sangat baik. Hal tersebut berdasarkan tabel klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener berikut :

 

Tolok ukur Kualitas perairan
1 2 3 4 5
Sangat buruk buruk sedang baik Sangat baik
Indeks diversitas ≤0,80 0,81-1,60 1,61-2,40 2,41-3,20 ≥3,21

 

10

Densitas plankton merupakan kepadatan populasi plankton yang terdapat pada ekosistem. Semakin padat populasi plankton suatu perairan, maka semakin baik perairan tersebut. Dari grafik diatas, dapat kita lihat bahwa diversitas plankton paling tinggi adalah pada stasiun 2 dan yang paling rendah adalah stasiun 1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ekosistem sungai pada stasiun 2 adalah yang terbaik diantara semuanya khususnya jika dibandingkan dengan stasiun 1.

 

 

Yang terakhir adalah parameter biologi dari masing-masing stasiun. Pada stasiun 1, vegetasinya yaitu berupa Rimbun dominasi bambu dan semak-semak, pada stasiun 2 berupa Pohon pisang, alang-alang, semak, bambu, pada stasiun 3 berupa pohon pisang, semak, rerumputan, alag-alang, dan pada stasiun 4 berupa Rimbun (Pisang, bambu, semak-semak).

 

Secara umum, dari semua parameter yang telah dijadikan sebagai tolokukur pada semua stasiun baik itu parameter fisik, kimia maupun biologi serta diversitas dan densitas plankton, dapat disimpulkan bahwa stasiun dengan perairan yang paling baik adalah stasiun 2 sementara stasiun dengan tingkat pencemaran yang paling tinggi yaitu stasaiun 1.

 

 

KESIMPULAN

Dari praktikum ekosistem sungai yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan antaralain ekosistem memiliki karakteristik yang beragam dan dapat dilihat dari faktor-faktor yang membatasinya seperti cahaya dan vegetasinya. Lalu untuk pengambilan data sebagai tolokukur fisik, kimia maupun biologi dapat dilakukan berbagai cara atau metode seperti metode winkler dan metode alkalinitas. Korelasi atau hubungan dari semua parameter atau tolokukur sangatlah erat dengan komunitas boita didalamnya, semakin baik parameter suatu ekosistem sungai, maka biota yang ada didalamnya semakin beragam. Kualitas sungai dapat ditentukan dari indeks diversitas sungai tersebut, pada sungai tambak bayan, Stasiun 1 masuk pada kategori tercemar ringan dan stasiun lainnya dikatakan belum tercemar serta klasifikasi kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener, stasiun 1 masuk dalam kategori sedang, sementara stasiun lainnya masuk dalam kategori sangat baik.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Effendi, H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S.1992.Polusi Air dan Udara.Kanisius.Yogyakarta.

Gandhakoesoema, R. 1989. Irigasi. Penerbit Sumur Bandung. Bandung.

Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum. Penerbit Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.

Lakitan, B. 1994. Dasar Klimatologi. PT. Ragagrafindo Persada. Jakarta.

Michael. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. Universitas Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 1986. Rencana Pengembangan Puslitbang Limnologi. LIPI pada Prosiding Expose Limnologi dan Pembangunan. Bogor.

Sastrodinata, S. 1980. Biologi Umum II. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Soeseno, S. 1970. Limnologi Untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB, Bogor.

Soeseno, S. 1974.Limnologi.Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan : Jakarta.

Sudarjanti dan Wijarni. 2006. Kenaekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobenthos. Erlangga. Jakarta.

 

 

 

 

Agustyar

Mahasiswa perikanan UGM 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.