Intisari
Perairan pantai sepanjang merupakan daerah pantai yang memiliki karakteristik dan ekosistem yang beraneka ragam.Praktikum ini bertujuan mempelajari karakteristik ekosistem pantai dan faktor-faktor pembatasnya, mengetahui fungsi ekosistem pantai bagi biota perairan (ikan), dan mempelajari kualitas perairan pantai berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plakton). Praktikum Oseanografi dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu, 23-24 April 2016 di Pantai Sepanjang, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Pengamatan laboratorium dilaksanakan tanggal 28-29 April 2016 di Laboratorium Ekologi Perairan, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Analisis kualitas air laut dilakukan dengan pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan pada 4 stasiun pengamatan. Parameter fisika perairan diukur setiap 1 jam sekali yang meliputi suhu udara, suhu air, pasang surut, gelombang, kecepatan dan arah angin serta kemiringan pantai. Parameter kimia perairan diukur setiap 2 jam sekali yang meliputi DO (Dissolved Oxygen) dengan metode Winkler, CO2 bebas dan alkalinitas dengan metode alkalimetri, derajat keasaman (pH), dan salinitas. Parameter biologi perairan diukur setiap 4 jam sekali yang meliputi larva ikan dan plankton. Parameter fisiak, kimia, dan biologi air laut memiliki nilai atau kadar tertentu yang menentukan baik buruknya kualitas air laut. Hasil pengukuran diperoleh suhu udara antara 20,5-34ᵒC , suhu air antara 28.5-34ᵒC , pasang surut 0-1,2 meter, frekuensi gelombang antara 0,058-0,89 Hz, kecepatan angin antara 0-6,9 m/s dan rata-rata kemiringan pantai antara 4.5o sampai10,72o . Sementara DO antara 2,16 sampai 12,06 ppm, CO2 bebas 0 sampai 29,4 ppm, alkalinitas 43 sampai 223 ppm, pH yaitu 7,1 sampai 8 , dan salinitas yaitu 28,5 sampai 32 ppt. Densitas plankton tertinggi 9.339 ind/L dan diversitas plankton tertinggi adalah 4,12. Larva yang sering diketemukan adalah Hypoatherina temminckii. Berdasarkan indeks diversitas plankton di perairan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan di pantai sepanjang cukup baik dilihat dari diversitas planktonya yang tergolong sedang.
Kata kunci: diversitas, ekosistem, kualitas air, oseanografi, pantai
PENDAHULUAN
Pantai Sepanjang merupakan wilayah pantai yang terkenal sebagai pantai wisata. Di dalam wilayah ekosistem pantai semua komponen baik fisika, kimia dan biologi mempunyai karakteristik peran masing-masing. Dengan banyaknya aktivitas manusia membuat kualitas perairan pantai mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan pengamatan terhadap setiap parameter untuk mengetahui kondisi terakhir pantai ini.
Menurut Boyd (1988), kualitas air secara luas diartikan sebagai faktor fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi manfaat dan penggunaan air bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Aspek terhadap upaya pelestarian sumberdaya air harus ditanam pada segenap aspek pengguna air (Effendi ,2003). Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan. lmu ini semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu yang murni, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar yang lain. Imu-ilmu lain yang termasuk di dalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (biology), dan ilmu iklim (meteorologi) (Hutabarat dan Evans, 2008). Menurut Asdak (2002) oseanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang perairan laut, yang mencakup pengetahuan tentang faktor biotik dan abiotik serta interaksi yang terjadi diantaranya. Perairan laut adalah suatu badan air yang berhubungan dengan lautan. Untuk mengetahui apakah terdapat suatu keseimbangan antara faktor biologi dan habitatnya, yaitu organisme dengan faktor – faktor fisika dan kimia suatu perairan serta kondisi fisik alam dalam perairan diperlukan pengetahuan tentang ukuran faktor – faktor tersebut secara kualitatif dan kuantitatif. Romimohtarto dan Juwana (2001) berpendapat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan di laut seperti fisik, kimia dan biologi. Beberapa faktor lingkungan penentu perairan dipengaruhi pengelolaan dan kelangsungan hidup, kondisi fisik alam, pertumbuhan, atau reproduksi organisme akuatik dapat dilihat dari sifat fisika, kimia dan biologi perairan.
Tujuan dari praktikum ini, yaitu mempelajari karakteristik ekosistem pantai dan faktor-faktor pembatasnya, mengetahui fungsi ekosistem pantai bagi biota perairan (ikan), dan mempelajari kualitas perairan pantai berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plakton).
METODE
Praktikum Oseanografi ini dilaksanakan pada hari Sabtu pukul 09.30WIB sampai dengan hari Minggu pukul 09.30 WIB, 23-24 April 2016 di Pantai Sepanjang, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, D.I.Yogyakarta. Pengamatan kualitas air laut dilaksanakan tanggal 28-29 April 2016 di Laboratorium Ekologi Perairan, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan parameter fisika yaitu: thermometer, teropong, kompas, stopwatch, anemometer, tongkat paralon 4 meter dan tali 10 meter. Peralatan untuk pengamatan parameter kimia yaitu: pH meter, botol oksigen, erlenmeyer, pipet tetes, pipet ukur, kempot, gelas ukur, ember, tissue, dan refraktometer., sedangkan peralatan pengamatan parameter biologi yaitu plankton net, jaring, timbangan analitik, mikroskop, botol cuka, toples larva, kertas label, dan Sedwich rafter. Bahan-bahan yang digunakan yaitu reagen O2, larutan MnSO4, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/80N Na2S2O3, indikator amilum, indikator phenolptalin (pp), larutan 1/44N NaOH, larutan formalin 4%, larutan 1/50 H2SO4, indikator Methyl Orange (MO), larutan buffer pH 7 dan akuades
Pengambilan data dilakukan pada 4 stasiun pengamatan di Pantai Sepanjang. Parameter yang diukur adalah parameter fisika , kimia, dan biologi. Parameter fisika diamati setiap satu jam sekali selama 24 jam, Parameter fisika yang diukur adalah suhu udara, suhu air, pasang surut, gelombang, kecepatan angin, dan arah angin serta kemiringan pantai Pengukuran suhu udara dan suhu air dengan mengukur secara langsung yaitu mencelupkan dan menggantungkan thermometer pengukuran pasang surut menggunakan tongkat paralon 4 meter dan diukur tinggi muka air dari dasar karang. Gelombang diamati menggunakan teropong dan dihitung jumlah gelombang setiap menitnya. Kecepatan angin diukur menggunakan anemometer yang diposisikan dengan mengangkat tangan menghadap ke arah angin.arah angin diamati menggunakan tissu atau sapu tangan dan kemiringan pantai diukur mengganakan tongkat paralon 4 meter dan rol meter yang ditarik sejajar dari tongkat ketinggian 1,5 m ke arah pantai. Rumus yang digunakan untuk menghitung kemiringan pantai (Slope) = arc tan θ = arc tan ; dengan y=tinggi tongkat (1,5m); x= panjang tali yang tegak lurus dengan tongkat (m); dan θ= kemiringan pantai.
Parameter kimia diamati setiap dua jam sekali selama 24 jam, meliputi Dissolved Oxygen (DO) menggunakan metode Winkler. kandungan DO x a x (f) x 0,1 mgO2/l; dengan a = volume total 1/80N NaSO yang digunakan untuk titrasi (ml) ; 1 ml 1/80N NaSO= 0,1 mg O/l, dan f = faktor koreks i= 1.
CO2 bebas dan alkalinitas menggunakan metode alkalimetri. ..Rumus kandungan CO2 bebas = x b x (f) x 1 mg/l; dengan b = volume total 1/44 N NaOH yang digunakan untuk titrasi (ml) ; 1 ml 1/44 N NaOH = 1 mg Co/l, dan f = faktor koreksi NaOH = 1.
Rumus alkalinitas: Kandungan
COˉ=x c x (f ) mg/l………(=x); Kandungan HCOˉ= x d x (f) mg/l………(=y); Alkalinitas total = x+y mg/l; c = volume 1/50N H2SO4 yang digunakan untuk titrasi 1-alkalinitas karbonat (ml); d = volume 1/50N H2SO4 yang digunakan untuk titrasi 2-alkalinitas bikarbonat (ml). pH menggunakan pH meter, dan salinitas menggunakan refraktometer.
Parameter biologi yang diamati meliputi densitas plankton dan diversitas plankton dengan cara melakukan penyaringan menggunakan plankton net yang diamati setiap empat jam sekali selama 24 jam. Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengamatan di laboratorium dan dihitung nilai densitas dan diversitas plankton. Rumus plankton: N= dengan N = jumlah individu per liter; Oi = luas gelas penutup preparat (mm2); Op = luas satu lapangan pandang (mm2); Vr = volume tersaring (ml); Vo = volume diamati (ml); Vs = volume air yang disaring (L); n = jumlah plankton pada seluruh bidang pandang; p = jumlah lapangan pandang yang diamati.
HASIL
Tabel 1. Parameter Fisik
Tabel 2. Kemiringan Pantai
Waktu | Kemiringan Pantai (°) | |||
I | II | III | IV | |
10.00 | 8,7 | 10,72 | 11,85 | 4,5 |
22.00 | 10,2 | 5,39 | 6,95 | 10,6 |
09.00 | 7,91 | 9,5 | 12,41 | 7,22 |
Tabel 3. Parameter Kimia
Tabel 4. Parameter Biologi
Waktu | Diversitas Plankton | Densitas Plankton (Indv/ L) | ||||||
I | II | III | IV | I | II | III | IV | |
11.00 | 1,51 | 0,63 | 6.748 | 7.712 | ||||
15.00 | 4,30 | 2,04 | 8.917 | 6.748 | ||||
19.00 | 4,12 | 3,18 | 9.399 | 8.194 | ||||
23.00 | 3,75 | 3,98 | 3.856 | 5.061 | ||||
03.00 | 2,85 | 2,74 | 4.820 | 5.061 | ||||
07.00 | 2,55 | 2,73 | 2.651 | 3.615 |
PEMBAHASAN
Parameter fisika terdiri dari suhu air dan udara, pasang surut, frekuensi gelombang, kecepatan dan arah angin serta kemiringan pantai.
Seperti tertera pada Tabel 2. bahwa kemiringan pantai pada stasiun I berkisar antara 7,91-10,2 meter, pada stasiun II berkisar antara 5,39-10,72 meter, pada stasiun III berkisar antara 6,95-12,41 meter, dan pada stasiun IV berkisar antara 4,5-10,6 meter. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiringan pantai antara lain yaitu naik turunnya permukaan air laut sehingga menyebabkan maju mundurnya permukaan air laut yang sangat besar. Selain itu, permukaan bumi pada daerah tertentu dapat mengalami pengangkatan atau penurunan yang juga dapat mempengaruhi keadaan permukaan air laut. Pengaruh ini sangat terlihat di daerah pantai dan pesisir (Sunarto, 1992). Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan kemiringan pantai di setiap stasiun dengan kisaran yang berbeda-beda pula.
Gambar 1. Grafik Suhu Air vs Waktu
Suhu air pada stasiun I berkisar antara 28,5-330C, pada stasiun II berkisar antara 31,5-340C, pada stasiun III berkisar antara 28,5-330C, dan pada stasiun IV berkisar antara 29-330C. Suhu air maksimum yaitu 340C pada pukul 14.00 sampai 16.00, dan suhu minimum yaitu 28,50C pada pukul 17.00 dan pukul 01.00. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpanan panas yang sangat baik (Haslam, 1995). Suhu air pada umumnya lebih tinggi karena adanya kapasitas panas tersebut yang berpengaruh juga terhadap waktu dimana terjadinya suhu tertinggi yang tidak tepat pukul 12.00 saat matahari terik tetapi pada pukul 14.00 sampai 16.00. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan air laut, waktu siang dan malam, sirkulasi udara, aliran serta kedalaman air (Effendi, 2003).
Gambar 2. Grafik Suhu Udara vs Waktu
Suhu udara pada stasiun I berkisar antara 26,5-330C, pada stasiun II berkisar antara 20,5-32,50C, pada stasiun III berkisar antara 25,5-330C, dan pada stasiun IV berkisar antara 26-33,50C. Suhu udara maksimum yaitu 33,50C pada pukul14.00 WIB dan suhu udara minimum yaitu 20,50C pada pukul 01.00 WIB. Faktor yang mempengaruhi suhu udara antara lain ketutupan awan, musim, lintang. Suhu udara tinggi terjadi ketika matahari mulai bersinar dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi dan lama penyinaran matahari yang semakin tinggi karena semakin banyak kalor yang terakumulasi di udara. Sementara penurunan suhu terjadi akibat tidak adanya pengaruh sinar matahari saat beberapa waktu tersebut (Efendi. 2003).
Fluktuasi suhu udara lebih cepat berubah dibandingkan dengan suhu air. Hal ini dikarenakan daratan tidak mempunyai kapasitas yang sama seperti air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan akan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan. Sebaliknya, daratan akan lebih cepat pula menjadi dingin daripada lautan pada waktu tidak ada insolation (pemanasan sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi). Akibatnya di daratan terdapat perbedaan suhu yang sangat besar dibandingkan dengan yang terjadi di lautan (Hutabarat dan Evans, 2008).
Gambar 3. Grafik Pasang Surut vs Waktu
Nilai kisaran pasang surut yang diperoleh yaitu pada stasiun I berkisar antara 0-0,8 meter, pada stasiun II berkisar antara 0-1 meter, pada stasiun III berkisar antara 0-0,9 meter, dan pada stasiun IV berkisar antara 0-1,2 meter. Pengamatan awal pukul 11.00 menunjukkan bahwa permukaan air laut sedang mengalami pasang dengan ketinggian antara 0,5 m di stasiun IV sampai 0.9 m di stasiun III. Surut terjadi pukul 15.00 dengan tinggi permukaan air sampai 0 m dari permukaan pantai. Pasang mulai terjadi kembali pukul 20.00 dan surut pukul 02.00. pengamatan pukul 06.00 menunjukkkan bahwa telah terjadi pasang kembali dengan pasang tertinggi 1,2 meter pukul 10.00 di stasiun III. Pasang surut disebabkan adanya interaksi tenaga penggerak pasang surut, yaitu matahari dan bulan, rotasi bumi, geomorfologi, pasang surut samudra osilasi alamiah berbagai pasang surut samudra (Nontji,1993).
Dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu : pasang surut harian tunggal (diurnal tide) yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap harinya, pasang surut harian ganda (semi diurnal tide) yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama, dan dua jenis campuran yaitu dua kali pasang dan dua kali surut setiap hari dengan tinggi yang berbeda atau satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari dengan tinggi yang berbeda (Nontji, 1993). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi dua kali pasang dan dua kali surut,sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis pasang surut di pantai sepanjang adalah pasang surut harian ganda (semi diurnal tide).
Gambar 4. Grafik Kecepatan Angin vs Waktu
Kecepatan angin tertinggi pada stasiun I adalah 3,9 m/s terjadi pada pukul 13.00 WIB, pada stasiun II teramati 6,5 m/s terjadi pada pukul 16.00 WIB, pada stasiun III teramati 6,85 m/s pada pukul 20.00 WIB dan pada stasiun IV teramati 6,9 m/s pada pukul 18.00 WIB. Kecepatan angin terendah di stasiun I adalah 0m/s yang terjadi pada pukul 24.00, 04.00 WIB, pada stasiun II adalah 0 m/s pada pukul 23.00, 02.00, 07.00, 10.00 WIB, pada stasiun III adalah 0m/s pada pukul 19.00, 23.00-03.00, 05.00-10.00 WIB dan di stasiun IV adalah 0 m/s yang terjadi pada pukul 19.00, 01.00-03.00, 05.00-07.00, 09.00 WIB. Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang berbeda di permukaan bumi (Hutabarat dan Evans, 2008). Kecepatan angin sangat dipengaruhi oleh faktor suhu udara yang berada diatas daratan dan lautan. Pengaruh daratan akan menaikkan suhu pada siang hari dan laut akan menaikkan suhu pada malam hari. Gejala ini terjadi karena sifat daratan lebih cepat menerima, menyimpan dan melepaskan kalor di bandingkan lautan (Nybakken, 1992).
Arah angin yang dominan pada sat siang hari adalah angin yang bertiup kearah barat dan utara, sedangkan pada malam hari lebih dominan ke arah selatan. Di tempat praktikum arah utara adalah bagian daratan dan arah selatan adalah laut Siang hari daratan akan mengalami kenaikan suhu lebih cepat dibandingkan lautan. Hal ini mengakibatkan udara diatas daratan lebih cepat memuai sehingga ringan dan terangkat ke atas. Tekanan udara udara rendah diatas daratan digantikan oleh udara diatas larutan yang lebih dingin (Nybakken, 1992). Adanya perbadaan tekanan udara yang lebih rendah di siang hari membuat angin cenderung bertiup ke arah daratan dan sebaliknya pada malam hari angin cenderung bertiup ke arah lautan.
Gambar 6. Grafik Frekuensi Gelombang vs Waktu
Frekuensi tertinggi di stasiun I terjadi pada pukul 01.00 WIB dengan nilai teramati sebesar 0,67 Hz, stasiun II terjadi pada pukul 07.00 WIB dengan frekuensi 0,465 Hz, stasiun III terjadi pada pukul 15.00 WIB dengan frekuensi sebesar 0,89 Hz dan di stasiun IV terjadi pada pukul 07.00-08.00 WIB dengan frekuensi sebesar 0,15 Hz. Frekuensi gelombang terutama dipengaruhi oleh kecepatan angin dan arah angin. Angin yang kencang akan menyebabkan gelombang juga dipengaruhi oleh topografi dasar perairan. (Nybakken, 1992). Frekuensi gelombang rata-rata menunjukkan kenaikan pada saat siang hari. Hal ini terjadi karena saat praktikum angin cenderung bertiup kencang saat siang hari.
Parameter kimia antara lain salinitas, pH air laut, oksigen terlarut (DO), Karbondioksida dan alkalinitas.
Gambar 7. Grafik Salinitas vs Waktu
Pengamatan nilai salinitas yang dilakukan pada stasiun I didapatkan nilai salinitas berkisar antara 28,5-32 ppt, pada stasiun II berkisar antara 29-32 ppt, pada stasiun III berkisar antara 29-32 ppt dan pada stasiun IV berkisar antara 30-32 ppt. Menurut Nontji (1993), salinitas (kadar garam atau kegaraman) ialah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan o/oo (permil). Perairan samudera, salinitas biasanya berkisar antara 34 o/oo sampai 35 o/oo. Pengamatan salinitas menunjukkan bahwa salinitas di pantai sepanjang mengalami fluktuasi setiap waktunya. Di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Salinitas air tawar 0 o/oo sampai 0.5 o/oo, air payau 0,5 o/oo sampai 17 o/oo dan air laut lebih besar dari 17 o/oo. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai (Nontji, 1993).
Gambar 8. Grafik Oksigen Terlarut vs Waktu
Kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah gas oksigen yang terlarut dalam suatu perairan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa oksigen terlarut yang terdapat pada stasiun I berkisar antara 4,38-12.00 ppm, pada stasiun II berkisar antara 3,12-12,06 ppm, pada stasiun III berkisar antara 3,3-6,52 ppm, dan pada stasiun IV berkisar antara 2,16-10,3 ppm. Oksigen terlarut tinggi pada siang hari dan menurun pada malam hari. Saat siang hari kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh adanya sinar matahari yang masuk keperairan sehingga digunakan oleh organisme air khususnya fitoplankton untuk proses fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen. Ketika malam hari tidak ada sinar matahari, sehingga organisme perairan tidak dapat melakukan proses fotosintesis dan mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya proses-proses penguraian bahan anorganik menjadi bahan organik yang menggunakan oksigen. Sehingga oksigen perairan menjadi berkurang ketika malam hari. Selain itu kadar oksigen di perairan dipengaruhi oleh tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi, dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003)
Gambar 9. Grafik Alkalinitas vs Waktu
Alkalinitas diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan (Effendi, 2003). Pengamatan kadar alkalinitas perairan didapatkan hasil yang sangat fluktuatif. Kadar alkalinitas pada stasiun I berkisar antara 97-186 mg/l, pada stasiun II berkisar antara 102-223 mg/l, pada stasiun III berkisar antara 88-130 mg/l dan pada stasiun IV berkisar antara 43-123,5 mg/l.
Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan. Sama halnya dengan buffer, alkalinitas merupakan pertahanan air terhadap pengasaman (Cholik, 1991). Semakin tinggi angka pH air, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan kadar CO2 bebasnya semakin rendah. Nilai alkalinitas akan menurun jika terjadi pengendapan padatan sunspensi dari bahan organik sehingga akan meningkatkan kandungan CO2 bebas (Lukito dan Prayugo, 2007).
Gambar 10. Grafik Karbondioksida Bebas
vs Waktu
Hasil pengamatan kadar karbondioksida bebas pada stasiun I diperoleh kisarannya yaitu 0-26 mg/l, pada stasiun II berkisar antara 0-19,7 mg/l, pada stasiun III berkisar antara 0-21 mg/l dan pada stasiun IV berkisar antara 0-29,4 mg/l. Kelarutan CO2 dalam perairan alam, dipengaruhi oleh suhu perairan tersebut. Semakin tinggi suhu, akan semakin rendah kadar CO2 dalam air, Laut mengandung karbon 50 kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di laut cenderung mengatur CO2 di atmosfer. Karbon yang terdapat di atmoster dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis makhluk hidup (Effendi, 2003). Pada saat tersebut karbondioksida bebas lebih banyak digunakan oleh organisme autotrof sebagai bahan dasar untuk melakukan fotosintesis. Proses tersebut akan mengubah CO2 menjadi zat organik yang nantinya akan berupa cadangan makanan dan oksigen melalui proses fotosintesis (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Karbondioksida bebas tertinggi terjadi pada pagi hari, dimana cahaya matahari belum masuk keperairan sehingga organisme perairan tidak dapat melakukan fotosistesis dan hanya melakukan respirasi. Ketika cahaya matahari mulai muncul dan mengenai permukaan maka suhu akan meningkat dan terjadilah proses fotosisntesis. Proses sintesis ini akan menghasilkan oksigen dan akan menurunkan kadar karbondioksida bebas diperairan. Fluktuasi karbondioksida diperairan sangat tinggi ketika pagi hari dan akan mengalami penurunan seiring dengan adanya sinar matahari yang mengenai permukaan. Penurunan terendah terjadi pada siang hari ketika organisme perairan melakukan proses fotosintesis. Ketika sore hari karbondioksida mulai turun dan terus turun sampai malam hari. Penurunan terendah terjadi pada dini hari sampai pagi.
Gambar 11. Grafik pH vs Waktu
Nilai pH yang didapatkan saat praktikum tidak menunjukkan adanya fluktuasi. Nilai pH pada stasiun I berkisar antara 7,1-7,5, pada stasiun II berkisar antara 7,2-7,85, pada stasiun III berkisar antara 7,1-8 dan pada stasiun IV berkisar antara 7,3-7,65. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Semakin tinggi nilai pH semakin tinggi pula nilai alkaninitasnya, namun nilai karboksidanya semakin rendah (Effendi, 2003). Biasanya air laut mempunyai nilai pH sebesar 6,5 – 8 yang terutama mengandung HCO3– dan asam bonik (H2BO3). Nilai pH yang didapat dari pengamatan berkisar 7,1-8, yang menunjukkan bahwa perairan tersebut pH nya masih tergolong normal. Hasi pengamatan saat pengamatan malam hari pH cenderung rendah karena konsentrasi CO2 yang tinggi saat malam.
Parameter Biologi terdiri dari densitas dan diversitas plankton serta pengamatan larva ikan.
Gambar 12. Densitas Plankton vs Waktu
Densitas plankton sangat dipengaruhi oleh kesuburan suatu perairan. Jika perairan tersebut subur maka densitas plankton akan tinggi, begitu juga sebaliknya jika kesuburan rendah densitas plankton akan menurun. Keempat stasiun pengamatan memiliki densitas yang cukup tinggi yaitu pada stasiun I berkisar antara 4.820-9.399 Indv/l, pada stasiun II berkisar antara 5.061-8.194 Indv/l, pada stasiun III berkisar antara 2.651-8.917 Indv/l dan pada stasiun IV berkisar antara 3.615-6.748 Indv/l. Faktor yang mempengaruhi densitas plankton adalah tingkat kesuburan dan cahaya matahari (Sachlan, 1980). Saat siang hari densitas plankton yang diamati mengalami peningkatan disebabkan oleh adanya cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis, sedangkan saat malam hari densitas plankton mengalami penurunan karena tidak ada cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis.
Gambar 13. Grafik Diversitas Plankton vs Waktu
Gambar 13. menunjukkan bahwa indeks diversitas plankton tertinggi pada stasiun III sebesar 4,30 dan yang paling terendah adalah pada stasiun II yaitu sebesar 0,63. Indeks keragaman yang berkisar antara 2,302 sampai 6,907 tergolong tingkat keragamanya sedang (Yeani,2007). Dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan terbaik pada stasiun III dengan nilai diversitas tertinggi.
Tabel 5. Pengamatan Larva Stasiun I
Waktu | Spesies | Jumlah |
12.00 | Sardinella gibbosa | 6 |
13.00 | – | – |
14.00 | – | – |
24.00 | – | – |
01.00 | Polyipnus triphanos | 1 |
Arothron immaculatus | 3 | |
Synodus macrops | 1 | |
Leiognathus bindus | 1 | |
02.00 | – | – |
Tabel 5 menunjukkan jenis dan jumlah larva ikan yang teramati pada stasiun I. Larva ikan yang paling dominan yaitu Sardinella gibbosa atau yang sering dikenal dengan nama ikan Tembang dengan jumlah sebanyak 6 ekor.
Tabel 6. Pengamatan Larva Stasiun II
Waktu | Spesies | Jumlah |
12.00 | Samoan hardyhead | 2 |
Hypoatherina temminckii | 3 | |
13.00 | – | – |
14.00 | – | |
24.00 | – | – |
01.00 | – | – |
02.00 | – | – |
Tabel 6 menunjukkan jenis dan jumlah larva ikan yang teramati pada stasiun II. Larva ikan yang paling dominan yaitu Hypoatherina temminckii sebanyak 3 ekor.
Tabel 7. Pengamatan Larva Stasiun III
Waktu | Spesies | Jumlah |
12.00 | – | – |
13.00 | Hypoatherina temminckii | 1 |
14.00 | – | – |
24.00 | Samoan hardyhead | 1 |
Hypoatherina temminckii | 1 | |
01.00 | – | – |
02.00 | – | – |
Tabel 7 menunjukkan jenis dan jumlah larva ikan yang teramati pada stasiun II. Larva ikan yang dominan yaitu spesies Hypoatherina temminckii sebanyak 2 ekor.
Tabel 8. Pengamatan Larva Stasiun IV
Waktu | Spesies | Jumlah |
12.00 | – | – |
13.00 | Hypoatherina temminckii | 2 |
14.00 | – | – |
24.00 | – | – |
01.00 | – | – |
02.00 | Bathygobius cocosensis | 2 |
Arothron hispidus | 1 |
Tabel 8 menunjukkan jenis dan jumlah larva ikan yang teramati pada stasiun II. Larva ikan yang dominan yaitu spesies Hypoatherina temminckii dan Bathygobius cocosensis masing-masing sebanyak 2 ekor.
Ekosistem pantai memiliki fungsi yang sangat penting bagi larva ikan.. Ekosistem pantai memberikan sumber makanan yang melimpah bagi larva ikan. Selain itu juga ekosistem pantai berfungsi sebagai tempat pemeliharaan larva ikan sehingga terlindung dari predator yang ada di lautan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Hubungan antara suhu air, suhu udara, kecepatan angin dan frekuensi gelombang. Keempat hal ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Terjadinya angin disebabkan oleh adanya perbedaan suhu. Pada gambar menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin besar pula kecepatan angin. Hal ini karena angin akan terjadi dan bertiup dari tempat bersuhu tinggi menuju tempat bersuhu rendah. Angin banyak bertiup kencang pada siang, hal ini mengingat pada siang hari terdapat perbedaan suhu yang tinggi. Ketika pada pagi hari perbedaan suhu yang terjadi tidak terlalu tinggi dan mengakibatkan angin bertiup pelan atau bahkan tidak sama sekali. Kecepatan angin ini sangat dipengaruhi oleh suhu udara yang berada di atas daratan maupun di lautan. Pengaruh yang terjadi pada daratan akan menaikkan suhu pada siang hari dan laut akan menaikkan suhu pada malam hari. Angin yang berhembus sangat kencang akan meyebabkan terjadinya gelombang yang cepat dan besar. Hal ini terlihat pada gambar bahwa pada saat kecepatan angin tinggi, frekuensi gelombang pun tinggi.
Hubungan antara suhu udara dan air, salinitas dan oksigen terlarut. Peningkatan suhu perairan akan berdampak pada penguapan air yang mengakibatkan kadar garam perairan menjadi lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada siang hari ketika suhu udara tinggi maka terjadi penguapan air sehingga salinitas menjadi tinggi pula. Semakin tinggi suhu juga mengakibatkan kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills, 1996)
Hubungan pasang surut dan densitas plakton, ketika terjadi pasang surut yang tinggi pukul 23.00 WIB, densitas plangkton rendah. Hal ini dikarenakan besarnya pasang surut yang mengakibatkan plankton terbawa oleh arus yang datang dan pergi sehingga kepadatan plankton di tempat tersebut menjadi sedikit. Begitupun saat terjadi pasang surut yang rendah, densitas plankton menjadi tinggi karena arus dari pasang surut tidak membawa serta organisme tersebut.
Manfaat mempelajari oseanografi sangat penting bagi dunia perikanan khususnya budidaya. Dengan mengetahui karakteristik suatu perairan laut maka dapat diketahui apakah daerah tersebut cocok atau tidak untuk dilakukan usaha budidaya.
KESIMPULAN
Karakteristik ekosistem pantai dapat diketahui dari beberapa parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Faktor pembatas berupa suhu air dan udara, pasang surut, frekuensi gelombang, kecepatan dan arah angin, kemiringan, salinitas, pH air laut, oksigen terlarut (DO), karbondioksida dan alkalinitas, densitas dan diversitas plankton.
Fungsi ekosistem pantai bagi biota perairan (ikan) adalah menyediakan tempat dan makanan bagi larva ikan untuk pertumbuhannya.
Kualitas perairan pantai dapat diketahui berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plakton). Kualitas perairan di pantai sepanjang cukup baik dilihat dari diversitas planktonya yang tergolong sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Boyd, CE. 1988. Water Quaality for Fish Ponds. Fourt Printing Aubon University Agriculture Experidental Station. Alabama.
Cholik, D.P. 1991. Pengelolaan Kualitas Air Kolam, Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta.
Hutabarat, S. dan S. M. Evans. 2008. Pengantar Oseanografi. UI-Press. Jakarta.
Jeffries, M. dan Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles, and Aplications. John Willey and Sons. Chichester UK.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1992. Marine Biology : An Ecological Approach (Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis, alih bahasa : M.Eidman., Koesoebiono, D.G Bengen). Gramedia. Jakarta.
Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Sachlan, M. 1980. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UNDIP. Semarang.
Sunarto. 1992. Geomorfologi Pantai. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM. Yogyakarta.
Yeani, M. S. 2007. Keanekaragaman Makrozoobentos Di Muara Sungai Belawan. Jurnal Biologi Sumatera. 2(2)37 – 41.