Nama : Akhmad Awaludin Agustiar
NIM : 14/369621/PN/13935
Tugas Manajemen Limbah Industri Perikanan
Limbah Surimi
Pada proses pengolahan surimi ada dua macam limbah yaitu limbah padat dimana sesuai dengan pernyataan Park dan Morrisey (2000) bahwa dalam proses pembuatan surimi dilakukan penyiangan yang meliputi pembuangan kepala, jeroan, kotoran dan tulang. Selain itu, terdapat juga limbah cair dari proses pencucian surimi yang masih mengandung kandungan protein, lemak dan zat padat terlarut yang tinggi (Devi et al., 2012).
Pengolahan Secara Biologi
Pengolahan secara biologi dikenal sebagai proses fermentasi dengan menggunakan kemampuan bakteri asam laktat dan penambahan karbohidrat yang dapat berlangsung dalam keadaan anaerobik (Sukrasa et al., 1985). Fermentasi dapat terjadi karena adanya kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang. Mikroba akan memproduksi enzim yang membantu proses perombakan komponen pakan berupa senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Tujuan dilakukan fermentasi yaitu untuk menghasilkan suatu produk bahan pakan yang mempunyai kandungan nutrisi dan tekstur lebih baik, disamping itu menurunkan kandungan anti nutrisinya (Pujaningsih, 2005).
Pengolahan limbah ikan secara biologi pada prinsipnya adalah dengan cara memanfaatkan mikroba (bakteri asam laktat) yang ada pada limbah ikan tersebut. Pada pertumbuhan bakteri asam laktat dibutuhkan sumber energi yang bisa langsung digunakan oleh bakteri tersebut. Bakteri asam laktat menciptakan suasana asam pada lingkungan substrat, apabila suasana asam sudah tercipta, maka pertumbuhan bakteri perombak protein (proteolitik) terhambat sehingga dapat mencegah pembusukan (Sukarsa et al., 1985).
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, fermentasi dibagi atas dua tipe: yaitu tipe aerob dan anaerob. Fermentasi aerob merupakan fermentasi mikroorganisme dengan memanfaatkan oksigen untuk mencerna substrat dan hasil dari pencernaan tersebut digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, sedangkan fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak membutuhkan oksigen dalam proses pencernaan substrat yang dilakukan oleh mikroorganisme (Desi, 2011). Keberhasilan dari fermentasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu mikroorganisme dan substrat (Afrianti, 2004).
Hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah glukosa menjadi air, CO2 serta energi (ATP). Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraiannya adalah air, CO2, energi dan sejumlah asam organik lainnya, seperti asam laktat, asam asetat, etanol serta bahan organik yang mudah menguap. Perkembangan mikroba dalam keadaan anaerob biasanya dicirikan sebagai proses fermentasi (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010).
Menurut Kompiang dan Ilyas (1983), pembuatan silase secara baik dalam skala 10 sampai 500 kg memerlukan persyaratan yaitu, ikan atau sisa olahan sebaiknya digiling atau dicincang sekecil mungkin (1-2 cm atau lebih kecil) sebelum penambahan asam. Asam seharusnya diberikan secara merata jangan sampai ada bagian ikan yang tidak terkena asam karena dengan demikian pembusukan oleh bakteri dapat terjadi. Pada empat hari pertama dilakukan pengadukan secara merata 3-4 kali sehari, untuk hari berikutnya dilakukan pengadukan secara berkala.
Amin dan Leksono (2001) mengatakan bahwa bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa), menjadi asam laktat. Efek bakteri sidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3-4, sehingga pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat.
Proses pembuatan silase yang menggunakan bakteri asam laktat memerlukan penambahan karbohidrat sebagai sumber energi bagi bakteri. Sumber karbohidrat yang sering digunakan bakteri adalah molase (limbah tetes tebu), polard dan dedak. Molase mengandung berbagai asam amino, mineral dan vitamin yang tahan panas serta bersifat basa tinggi, selain itu zat-zat tumbuh yang terdapat pada molase merupakan kelompok zat organik penting karena berfungsi sebagai penyusun enzim yang mengkatalisasi proses biokimia ragi (Akhirany, 2011).
Daftar Pustaka
Afrianti, H. L. 2004. Fermentasi. http://www.forumsains.com/index.php/topic, 783.msg2697.html. [15 Mei 2017].
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta
Akhirany, N. 2011. Silase ikan untuk pakan ternak. UPTD-PSP3 Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Amin, W. dan T. Leksono. 2001. Analisis Pertumbuhan Mikroba Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) Asap yang Telah Diawetkann Secara Ensilling. Jurnal Natur Indonesia.
Desi, A. 2011. Penetapan Kadar Etanol dalam Minuman Beralkohol. http://repository.usu.ac.id/bidstream/123456789/30012. Diakses 15 Mei 2017.
Kompiang dan Ilyas. 1983. Silase Ikan: Pengolahan, Penggunaan, dan Prospeknya di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Muchtadi, T. R dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta.
Park, J. W dan T. M. J. Lin. 2005. Surimi: Manufacturing and Evoluation. Di Dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. Second Edition. New York: Taylor and Francis Group.
Pujaningsih, R. 2005. Teknologi Fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan. Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sukarsa, D. R., Nitibaskara dan R. Suwandi. 1985. Penelitian Pengolahan Silase Ikan dengan Proses Biologis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.