UJI QUANTITY DESCRIPTIVE ANALYSIS

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN

UJI QUANTITY DESCRIPTIVE ANALYSIS

OLEH

AKHMAD AWALUDIN AGUSTIAR

14/369621/PN/13935

GOLONGAN B

 

 

 

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN

DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017

 

  1. PENDAHULUAN

 

  1. Tinjauan Pustaka

Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis terlatih khusus untuk uji ini. Analisis ini dapat dilakukan untuk semua parameter sensori dan bebebrapa aspek dalam  penentuan profil cita rasa atau profil tekstur (Setyaningsih et al., 2010). Pengujian deskriptif merupakan penilaian sensorik yang didasarkan pada sifat-sifat sensorik yang lebih kompleks atau meliputi banyak sifat-sifat sensorik karena mutu komoditi umumnya ditentukan oleh beberapa sifat sensorik. Uji deskriptif banyak sifat sensorik dinilai dan dianalisa sebagai keseluruhan sehingga dapat menyusun mutu sensorik secara keseluruhan. Sifat sensorik yang dipilih sebagai pengukur mutu adalah yang paling peka terhadap  perubahan mutu dan paling relevan terhadap mutu (Susiwi, 2009).

Salah satu metode uji deskripsi adalah metode Analisis Deskriptif Kualitatif (Quantitive Deskriptive Analysis). Metode QDA didasarkan pada kemampuan panelis dalam mengekpresikan persepsi produk dengan kata-kata menggunakan cara yang terpercaya. Ciri khusus yang ditemukan pada metode QDA yaitu penggunaan baris yang tidak berstruktur, adanya instruksi dimana panelis diminta memberikan tanda  pada garis sesuai dengan intensitas persepsi yang diterima, serta panelis yang dilibatkan adalah panelis yang telah terseleksi melalui pengujian terlebih dahulu. Data yang diperoleh dari uji dengan metode ini disajikan dalam bentuk grafik jaring laba-laba (spider web). Dengan nilai nol pada titik pusat untuk setiap atribut. Selain disajikan dalam spider web, hasil pengujian dengan metode ini juga dapat diolah dengan Principal Component Analysis (PCA) (Setyaningsih et al., 2010).

Tepung tulang ikan merupakan bahan hasil penggilingan tulang ikan setelah mengalami pengeringan kurang lebih 24 jam. Produk ini mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk mencukupi asupan kalsium. (Iwansyah et al., 2008). Menurut Jannah (2003) , tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat seperti butiran-butirannya seragam, bebas dari sisa-sisa tulang, mata ikan dan benda asing lainnya. Mutu tepung ikan merupakan atribut tingkat penerimaan dan daya terima panelis terhadap tepung ikan tersebut.

Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan (Meilgaard et al., 2000). Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain itu, cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 1992). Flavour dan aroma adalah sensasi yang komplek dan saling berkaitan. Flavour melibatkan rasa, bau, tekstur, temperatur dan pH. Evaluasi bau dan rasa sangat tergantung pada panel citarasa dan flavour pada makanan selama pengolahan (Lawrie,1995).

  1. Tujuan
  2. Mengetahui prinsip pengujian Quantity Descriptive Analysis.
  3. Mengetahui hasil pengujian Quantity Descriptive Analysis berdasarkan sampel yang diujikan.
  4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum teknik pengujian mutu hasil perikanan acara Uji Quantity Descriptive Analysis dilaksanakan pada hari Kamis, 30 Maret 2017. Tempat pelaksanaanya di Laboratorium Teknologi Pengolahan Ikan, Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. METODE PRAKTIKUM

 

  1. Alat dan Bahan
    • Alat
  2. Alat tulis
  3. Scoresheet
  4. Tempat sampel
  5. Penggaris
  6. Laptop
    • Bahan
  7. Sari Gandum
  8. Kembang Tahu
  9. Untir-untir
  10. Tepung Tulang Ikan Lele
  • Cara Kerja
  1. Dilakukan seleksi panelis terlatih melalui uji duo trio atau uji triangel
  2. Setelah panelis terlatih terpilih, dilakukan FGD (Focus Group Discussion) untuk mendeskripsikan sampel pada setiap atribut yang tersedia.
  3. Dipilih dan disepakati 3 sampel yang memiliki karakteristik aroma yang mendekati sampel referensi (tepung tulang ikan).
  4. Disiapkan 3 sampel uji yang telah disepakati beserta 1 sampel referensi sebagai kontrol.
  5. Panelis diminta untuk menilai intensitas atribut aroma dari ketiga sampel dibandingkan dengan kontrol kemudian besarnya diisi pada scoreheet yang tersedia.
  6. Data yang diperoleh diolah secara statistik dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik jaring laba-laba (spider web) menggunakan software Microsoft Excel.
  7. Dibuat kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh.

 

 

 

 

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

 

  1. Hasil

Tabel 1. Hasil uji skoring karakteristik aroma tepung tulang ikan

Nama Untir-untir Sari Gandum Kembang tahu
Faiz 0,36 8,19 9,13
Rahmadi 3,15 0,80 8,55
Tyar 1,27 0,98 3,33
Usman 0,43 3,33 5,65
Ella 1,59 2,03 2,32
Yunda 5,43 4,35 2,75
Mayang 0,87 3,48 8,99
Cia 3,70 1,96 7,03
Bayu 6,52 4,86 9,13
Ahmad 5,65 6,67 0,94
Ambar 0,94 1,16 1,52
Syifa 0,94 1,38 2,46
Esa 4,42 1,96 6,16
Rizqi 0,22 0,94 4,06
Renata 1,45 0,80 1,30
Rifqi 0,36 0,00 0,58
Surya 2,57 0,11 0,33
Rata-rata 2,35 2,53 4,37

 

Gambar 1. Grafik spider web karakteristik aroma tepung tulang ikan

  1. Pembahasan

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu karakteristik sensori suatu produk secara matematis (Zook dan Pearce, 1988). Metode QDA diperkenalkan pada tahun 1974 setelah dilakukan studi lebih dari 5 tahun (Stone et al., 1980). Metode QDA dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu seleksi panelis, pelatihan panelis, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (Meilgaard et al., 1999). Prinsip dari QDA adalah menggunakan kemampuan panelis terlatih untuk mengukur intensitas atribut tertentu yang spesifik dalam kondisi reproducible sehingga menghasilkan kuantifikasi atribut yang komperhensif dan dapat diolah melalui analisis statistik (Chapman et al., 2001). Proses training panelis QDA membutuhkan produk dan ingredient referensi. Referensi digunakan untuk pembentukan terminologi yang sama antar panelis.

QDA  menurut Piper & Scharf (2004) memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan QDA salah satunya adalah membutuhkan banyak waktu dan biaya untuk proses training panelis. Selain itu juga membutuhkan panelis yang memiliki konsentrasi tinggi dan juga kepekaannya.  Kelebihan QDA adalah tingkat keberulangan yang tinggi dan verifikasi statistik yang cukup teliti disemua hasil analisis. Selain itu hasil dari uji QDA sangat mendekati keakuratan karena dilakukan oleh panelis terlatih yang telah mengalamai tahap seleksi dan pelatihan.

QDA memiliki banyak manfaat di beberapa bagian pada perusahaan pangan, pada bagian R&D (Riset and Development) untuk deskripsi produk baru, perubahan formula, perubahan metode fabrikasi dan pengaruh lama penyimpanan dan pengemasan. Pada bagian QC (Quality Control) untuk pengecekan konsistensi deskripsi sensori produk dan pengaruh perubahan proses dan speeding up line. Sedangkan pada bagian marketing untuk deskripsi produk kompetitor, memonitor produk selama pemasaran, deskripsi claimed product, faktor yang dipertimbangkan pada waktu penjualan menurun dan berkenaan dengan persepsi serta komentar konsumen (Apriyantono, 2001).

Tahap dalam uji QDA meliputi pengenalan dan penyeleksian panelis, Focus Grup Discussion (FGD), uji skoring, analisis data dan penentuan kesimpulan. Panelis yang digunakan dalam pengujian QDA yaitu panelis terlatih, panelis dapat diseleksi dengan uji pembedaan (Stone dan Sidel, 2004). Uji  pembedaan dapat dilakukan dengan uji triangle dan atau duo-trio. Setelah panelis terseleksi, dilakukan FGD. Focus Group Discussion atau diskusi kelompok terarah adalah suatu proses  pengumpulan informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 1998). Menurut Santoso (2012), diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara halus mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting yang  berhubungan dengan topik diskusi. Tahap selanjutnya adalah uji skoring. Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar- benar mengetahui atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu (Kartika et al., 1988). Hasil dari seluruh penilaian panelis selanjutnya direkapitulasi dan ditransformasikan kedalam kebentuk angka. Terhadap angka-angka hasil  penilaian tersebut ditampilkan dalam bentuk grafis dengan spider web. Setelah data dianalisis, selanjutnya adalah ditentukan kesimpulan berdasarkan hasil analisis tersebut.

Praktikum QDA dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Ikan. Tahap awal yang dilakukan saat praktikum yaitu seleksi panelis menggunakan uji triangle atau duo trio. Praktikan dalam uji QDA ini dianggap sebagai panelis terlatih untuk mempersingkat waktu. Praktikum pengujian QDA dilakukan oleh 17 orang panelis terlatih yaitu praktikan TPMHP golongan B dengan sampel yang dinilai adalah tepung ikan.

Tahap kedua yaitu  Focus Group Discussion (FGD) yang bertujuan untuk mendeskripsikan sampel pada setiap atribut yang tersedia. Dibagi menjadi 2 kelompok besar dan masing-masing menentukan contoh sampel yang memiliki karakteristik seperti tepung tulang ikan. Focus Group Discussion dilakukan oleh sekelompok panelis dan dipimpin oleh seorang asisten sebagai pimpinan panel. Masing-masing panelis diminta untuk memberikan tanggapan terhadap atribut aroma dari sampel tepung ikan Setelah dilakukan diskusi, dipilih 3 sampel yang memiliki karakteristik paling mendekati sampel referensi (tepung tulang ikan lele). Ketiga sampel tersebut adalah sari gandum, untir-untir dan kembang tahu.

Setelah itu disiapkan ketiga sampel tersebut beserta sampel referensi (tepung tulang ikan) diruang pengujian organoleptik. Selanjutnya dilakukan skoring. Panelis diminta untuk menilai intensitas atribut aroma dari ketiga sampel dibandingkan dengan kontrol kemudian besarnya diisi pada scoreheet yang tersedia. Uji skoring dilakukan dengan membaui standar aroma (sampel referensi) selama 5 detik, kemudian dilanjutkan dengan membaui sampel lainnya selama 5 detik. Setiap pergantian sampel dilakukan istirahat selama 30 detik. Istirahat dilakukan dengan tujuan menghindarkan pengaruh sampel sebelumnya terhadap sampel setelahnya yang dapat mengakibatkan terjadinya bias. Penilaian terhadap atribut aroma dilakukan dengan mengidentifikasi skala kedekatan atribut aroma dari sampel dengan kontrol. Semakin mirip sebuah sampel dengan atribut aroma sampel referensi, maka besarnya nilai semakin ke kanan (semakin kuat). Panelis mengisi scoresheet dengan memberi tanda (x) pada garis skala yang tersedia.

Hasil pengujian skoring semua panelis kemudian ditabulasi menjadi satu. Hasil dihitung menggunakan penggaris panjangnya dari ujung kiri kemudian dibagi 1,38. Hal tersebut dilakukan karena panjang skala yang digunakan adalah 13,8 cm sehingga untuk membuat skala menjadi 10 cm harus dibagi dengan 1,38. Setelah semua data panelis dimasukan kedalam tabel, dilakukan perhitungan rata-rata untuk semua panelis dan masing-masing sampel. Data tersebut kemudian disajikan kedalam bentuk grafik spider web yang diolah melalui Microsoft Excel. Semakin tinggi atau semakin kuat (mirip) nilai atribut aroma sampel uji terhadap sampel referensi maka akan ditunjukan oleh grafik yang menuju ke ujung pinggir. Setelah itu diambil kesimpulan berdasarkan grafik spider web yang diitampilkan.

Berdasarkan hasil skoring sebanyak 17 orang panelis, didapatkan hasil rata-rata nilai yang ditunjukan oleh tabel 1 dengan sampel untir-untir sebesar 2,35; sampel sari gandum sebesar 2,53; dan sampel kembang tahu sebesar 4,37. Aroma sampel uji yang memiliki kesamaan dengan sampel referensi (tepung tulang lele) diurutkan dari yang tertinggi ke terendah yaitu kembang tahu, sari gandum dan untir-untir. Menurut Ella (2005), kembang tahu  adalah lapisan film tipis yang terbentuk di atas permukaan susu kedelai yang  dipanaskan. Kembang tahu atau  yuba sebagai  salah satu produk olahan dari kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar 55%. Kandungan protein yang tinggi ini yang membuat karekteristik aromanya mirip dengan aroma tepung tulang lele. Pada sampel sari gandum, bahan tepung yang digunakan adalah tepung gandum. Aroma yang ditimbulkan produk sari gandum berbeda dengan sampel referensi karena produk sari gandum telah melalui penambahan bahan lain dan cenderung menimbulkan aroma manis. Begitu pula sampel untir-untir yang merupakan produk olahan yang menggunakan bahan tepung terigu dan telah ditambahkan bahan lain sehingga atribut aroma yang ditimbulkan jauh dari sampel referensi.

Hasil olah data rata-rata skoring dari panelis disajikan dalam bentuk grafik Spider web. Grafik Spider web menunjukkan jari jari yang menunjukan intensitas nilai suatu sampel. Semakin garis mengarah keluar atau kepinggir dari jari-jari maka nilainya semakin kuat atau dapat dikatakan semakin mirip dengan sampel referensi. Apabila garis suatu sampel mendekati 0 atau mengarah kedalam jari-jari maka nilainya semakin kecil (kurang mirip sampel referensi) dibandingkan dengan nilai sampel yang lainnya. Begitupula ketika garis suatu sampel menjauhi 0 dan garisnya mengarah keluar atau pinggir maka nilainya semakin besar atau kuat (mirip sampel referensi).

Berdasarkan hasil analisis data yang ditunjukan oleh grafik 1, maka pada sampel kembang tahu nilainya lebih besar dari sampel lainnya. Pada grafik ditunjukan dengan garis pada sampel kembang tahu yang mengerah ke jari-jari luar atau ke pinggir. Kemudian sampel sari gandum dan sampel untir-untir memiliki nilai yang relatif sama atau tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel kembang tahu memiliki atribut aroma yang lebih kuat atau lebih mirip dengan sampel referensi (tepung tulang lele) dibandingkan sampe sari gandum dan untir-untir.

 

 

 

  1. PENUTUP

 

  1. Kesimpulan
  2. Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu karakteristik sensori suatu produk secara matematis. Prinsip dari QDA adalah menggunakan kemampuan panelis terlatih untuk mengukur intensitas atribut tertentu yang spesifik dalam kondisi reproducible sehingga menghasilkan kuantifikasi atribut yang komperhensif dan dapat diolah melalui analisis statistik.
  3. Berdasarkan pengujian Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yang telah dilakukan, aroma dominan dari sampel uji terhadap sampel referensi (tepung tulang lele) secara berurutan dari tertinggi yaitu Kembang Tahu sebesar 4,37; Sari Gandum sebesar 2,53 dan Untir-untir sebesar 2,35. Dengan demikian sampel Kembang tahu memiliki karakteristik aroma yang lebih mirip dengan tepung tulang lele dibandingkan sampel lainnya.
  4. Saran

Sampel yang digunakan harusnya menggunakan produk makanan agar atribut uji nya bukan hanya aroma namun dapat juga berupa tekstur, rasa dan warna sehingga kepekaan panelis dapat lebih dilatih. Skala yang digunakan seharusnya sudah memiliki panjang 10cm sehingga tidak perlu menghitung ulang.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A., 2001. Analisis Sensori Deskriptif. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Chapman, K.W., H.T. Lawless, dan K.J. Boor. 2001. Quantitative Descriptive Analysis and Principal Component Analysis for Sensory Characterization of Ultrapasteurized Milk. Di dalam The Journal of Dairy Science. 84(1):12–20.

Ella,S. 2005. Pengaruh Varitas Kedelai Dan Lama Pemanasan Terhadap  Karakteristik Kimia Fisik  Edible Film Kembang Tahu. Jurnal Teknologi Pertanian. 6(2) : 73-80.

Irwanto, 1998,  Focus Group Discussion (FGD) : Sebuah Pengantar Praktis, Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat.Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Jakarta.

Iwansyah, A.C., Herminiati, A, dan Setiyoningrum, F. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan sebagai Sumber Kalsium terhadap Mutu Kimia Kerupuk Ikan. Prosiding. Universitas Lampung. Lampung.

Jannah, R. 2003. Pengaruh Variasi Penambahan Tepung Ikan Terhadap  Kadar protein dan Sifat Organoleptik Tiwul Instan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Kartika. B., B. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging. Diterjemahkan oleh Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Meilgard, M., Civille., G.V., dan Carr, B.T., 1999. Sensory Evaluation Techniques, Third edition. CRC. Press LLC, Florida.

Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B.T. 2000. Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton. CRC Press. Florida.

Moehyi, S. 1992. Penyelenggara Makanan dan Jasa Boga. Bharata. Jakarta.

Piper, D and A. Scharft. 2006. Descriptive Analysis – State of The Art and Recent Development. Gotingen.

Santoso G. 2012. Kampanye Taman Nasional Bunaken. Balai Taman Nasional Bunaken. Kementrian Kehutanan. Jakarta.

Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M.P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press.Bogor.

Stone, H.J., Sidel, J.L., dan Bloomquis, J., 1980. Quantitatif descriptif Analysis  Di dalam : Gacula, JR., M.C., 1997. Descriptive sensory analysis in Practice. Food and Nutrition Press.Inc. Trumbull. Connecticut.

Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Jurusan Pendidikan Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Zook, K. and H.J. Pearce. 1988. Quantitatif Descriptif Analysis  of Food. In : Moskowitz, H.R (ed). Applied Sensory Analysis of Foods. CRC. Press. Florida.

Agustyar

Mahasiswa perikanan UGM 2014

Leave a Reply

Your email address will not be published.